Geliat kemajuan pertanian semakin terlihat di penjuru negeri. Ini membuktikan bahwa peningkatan pembangunan pertanian bukan hanya semboyan semata. Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo pada saat melaunching Eduwisata Smart Green House di area Kampus Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Bogor, Jawa Barat, Senin (14/12) mengatakan bahwa kekuatan negara, daerah bahkan desa sekalipun tergantung dari ketahanan pangannya.
Hal itu terbukti saat pandemi virus corona (COVID-19) menghantam hampir seluruh negara di dunia. ” Pertanian hari ini dan yang akan datang adalah pilar dan kekuatan bangsa Indonesia. Ini adalah multikrisis yang paling dasyat selama bumi ini ada. Perang dunia pertama dan kedua pun terkahlahkan. Semua tidak bisa berbuat apa-apa selain bertahan agar tidak tumbang sebagai sebuah negara,” tegas Syahrul.
Mentan pun menggambarkan eksistensi sektor pertanian walau dihantam situasi kritis tersebut. “Orang suka atau tidak hanya pertanian yang naik 16,4%. Nah, itu tandanya pertanian menjadi kekuatan negara. Disinilah peran strategis Kementerian Pertanian (Kementan) teruji dalam menyediakan pangan 267 juta jiwa rakyat Indonesia. Untuk itu tidak ada jalan lain selain mengintervensi sektor pertanian dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang mutakahir. “Pertanian tidak bisa diolah lagi dengan cara tradisional yang memakan biaya, waktu, tenaga dan juga pikiran. Pertanian harus diolah dengan kemajuan teknolgi, seperti smart green house,” katanya.
Pada kesempatan yang sama Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi menjelaskan, smart green house yang merupakan hasil kolaborasi antara Direktorat Jenderal PSP dengan BPPSDMP merupakan salah satu implementasi dari smart agriculture yang sedang dibangun Kementan. Dengan sistem smart green house, produktivitas tanaman hortikultura dapat diperoleh dengan maksimal. Sebab, faktor mikroklimat yang terdiri dari suhu, kelembaban, cahaya, dan nutrisi dapat dikendalikan secara optimal dan dijaga dalam level yang ideal.
“Misalnya, untuk hortikultura suhu optimal adalah 15-20 de rajat celcius. Ketika suhu di dalam green house kurang atau melebihi, sensor yang dipasang akan mengirim pesan untuk menggerakkan blower dan cooling pen. Begitu juga untuk unsur mikroklimat lainnya,” jelas Dedi.
“Jadi kalau tidak memenuhi syarat untuk produktivitas maksimal, green house ini akan berbicara melalui robot construction agar mengoptimalkam suhu yang ada. Dari situ semua sistem bergerak cepat,” sambungnya.
Dedi pun yakin melalui smart green house Tiga Kali Lipat Ekspor (Gratieks), yang dicanangkan Kementan dapat terwujud baik dari sisi kuantitas maupun dari sisi kualitasnya. “Ingat ekspor itu yang harus diperhatikan adalah produktivitas, kualitas dan kontinuitas. Dengan smart green house produktivitas terjamin karena dikendalikan menjadi optimal,” ujarnya. NURLELI