PSR (Peremajaan Sawit Rakyat) saat ini masih belum bisa mencapai target 180.000/tahun. Untuk mengetahui potensi, kendala, peluang dan tantangan, Ditjenbun membuat analisa SWOT. Dari sisi potensi kajian Ditjenbun dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian ada 2,78 juta ha. Target PSR 540.000 ha (2020-2022) atau 180.000 ha/tahun dengan areal tersebar dominan Sumatera dan Kalimantan. Heru Tri Widarto, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Ditjen Perkebunan menyatakan hal ini.
Kendalanya adalah terdapat 500.000 sawit rakyat yang berpotensi diremajakan berada di kawasan hutan. Sebagian besar lahan sawit rakyat belum bersertifikat.
Peluang ketersediaan biaya PSR (Rp30 juta/ha, maksimum 4 ha setiap pengusul di BPDPKS. Kemitraan (inti plasma, swadaya-swasta/BUMN dan lain-lain) dalam pelaksanaan PSR. Ketersediaan alat mesin untuk tumbang chiping (milik swasta, BUMN , koperasi dan lain-lain). Ketersediaan benih unggul dengan produktivitas 5-7 ton/ha (produktivitas saat ini 4 ton/ha).
Tantangan kebutuhan biaya tanam dan pemeliharaan berkisar Rp60-70 juta/ha sedang yang tersedia hanya Rp30 juta/ha. Ketersediaan sebagian besar benih terdistribusi relatif jauh dari lokasi. Kualitas benih bervariasi dan perlu uji kualitas (uji DNA).
Keberadaan 500.000 ha kebun rakyat yang berpotensi peremajaan dalam kawasan hutan merupakan salah satu kendala utama. Sebarannya di Hutan Produksi 282.552 ha, Hutan Produksi Konversi 256.851 ha. Kebun di areal HP yang paling besar ada di Riau 109.866 ha, Sumsel 47.942 ha, Sumut 35.778 ha, Kalteng 24.507 ha, Jambi 17.477 ha,Kalsel 17.064 ha. Sedang di HPK yang paling besar adalah Riau 193.268 ha, Sumut 25.091 ha, Sumsel 18.134 ha.
Heru minta dinas perkebunan kabupaten/kota benar-benar memperhatikan lokasi kebun ini dalam penentuan CPCL. Semuanya harus dicek ulang lagi ke dinas kehutanan untuk memastikan bahwa kebun itu tidak masuk dalam kawasan hutan.
Salah satu temuan BPK adalah pekebun yang sudah mendapat transfer dana ternyata kebunnya berada dalam kawasan hutan. BPK minta dana yang sudah ditransfer ini dikembalikan.
Dari hasil temuan ini maka sekarang konsentrasi PSR hanya dilaksanakan di Areal Penggunaan Lain. BPDPKS juga sudah memfasilitasi pertemuan antara dinas perkebunan, dinas kehutanan dan BPN. Selain menghindari masuk kawasan hutan juga untuk memastikan tidak tumpang tindih dengan HGU perusahaan.
Kementan juga masih menunggu tidak lanjut penyelesaian masalah kebun sawit dalam kawasan hutan dari KLHK. Penyelesaiannya sudah ada dalam UU Cipta Kerja tetapi PP nomor 23 dan 24 sebagai tindak lanjutnya tetap membutuhkan proses pelepasan yang cukup rumit.
Selain itu perhutanan sosial yang dinyatakan sebagai solusi ternyata belum memasukkan sawit sebagai salah satu komoditas yang diizinkan. Kementan terus berkoordinasi dengan KLHK untuk penerbitan Keputusan Menteri KLHK terkait pelepasan ini.
Heru juga mengingatkan bahwa pelepasan dari kawasan hutan ini merupakan tugas dinas perkebunan. Pemda yang harus mengajukan pelepasan pada KLHK bukan pekebun. Humas Ditjenbun