Jakarta, Dedi Junaedi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan/Ketua Tim Pelaksana Sekretariat RAN Kelapa Sawit Berkelanjutan menyatakan Inpres nomor 6 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan terdiri dari 5 komponen.
Lima komponen tersebut adalah penguatan data, penguatan koordinasi dan infrastruktur; peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun; pengelolaan dan pemantauan lingkungan; tata kelola perkebunan dan penanganan sengketa; percepatan pelaksanaan sertifikasi ISPO dan akses pasar.
“Dari lima komponen ini dijabarkan menjadi 28 program kemudian 92 kegiatan dan hasilnya diharapkan ada 118 keluaran. Pelaksanaannya ditugaskan kepada 14 Kementerian/Lembaga beserta Gubernur dan bupati/walikota di 26 provinsi penghasil sawit,” kata Dedi.
Hal yang paling penting adalah diperlukan peran serta segenap pemangku kepentingan lainnya, termasuk pelaku usaha dan lembaga swadaya masyakarat/organisasi masyarakat sipil. Sumber pendanaannya berasal dari APBN, APBD, yayasan nirlaba, perusahaan perkebunan kelapa sawit dan sumber-sumber lain yang sah.
Puspita Suryaningtyas, Koodinator Fungsional Hortikultura dan Perkebunan, Direktorat Pangan dan Pertanian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menyatakan Inpres nomor 6 tahun 2019 merupakan salah satu landasan hukum dari Road Map Sawit 2019-2045 yaitu “Menjadikan Industri Kelapa Sawit Nasional yang Berkelanjutan sebagai Pilar Utama Pembangunan Ekonomi bagi Kesejahteraan Rakyat”.
Langkah-langkah mencapai visi pengembangan komoditas sawit berkelanjutan adalah dengan peningkatan produksi CPO lewat peningkatan produktivitas dan efisiensi pengolahan pasca panen di PKS; pengembangan industri hilir sehingga menghasilkan produk bernilai tambah tinggi, mensubtitusi impor dan dipromosikan di pasar ekpor; riset dan inovasi industri sawit sebagai industri pertumbuhan baru yang berkelanjutan; pengembangan ekosistem dan tata kelola industri sawit yang lebih berkelanjutan dan berdaya saing; mengembangkan SDM industri sawit yang lebih kreatif.
“Dari langkah-langkah dan indikator maka dikelompokkan menjadi 3 strategi utama yaitu peningkatan produktivitas, pengembangan industri hilirisasi sawit dan terakhir penguatan ekosistem, tata kelola dan capacity buiding berkelanjutan. Target tahun 2045 produktivitas kelapa sawit 6,75 ton/ha setara 92,45 juta ton CPO+PKO,” kata Puspita.
Masalah yang dihadapi saat ini adalah produktivitas masih rendah hanya 3,6 ton/ha padahal potensi 7,5 ton/ha akibat penggunaan benih non sertifikat, tanaman sudah tua dan tidak menerapkan GAP. PKS sendiri masih mengalami rendahnya efisiensi. Ekspor juga masih mengandalkan komoditas mentah yaitu minyak mentah atau minyak yang dimurnikan sehingga meskipun menjadi produsen terbesar tetapi tidak berdaulat menentukan harga.
Status legalitas lahan pekebun sawit bermasalah, sertifikakasi ISPO masih rendah sedang black campaign luar biasa sekali. Pekebun sulit mendapatkan hasil TBS untuk proses produksi karena dalam antrian di pabrik selalu berada di pihak paling belakang.
Tindak lanjutanya adalah peningkatan produktivitas lewat penggunaan benih bersertifikat, peremajaan, penerapan GAP, pertanian presisi dan pendampingan kepada petani dan korporasi petani. Peningkatan efisiensi PKS lewat penerapan GMP dan SOP menghasilkan minyak sesuai spesifikasi industri hilir lanjutannya; pemanfaatan teknologi big data, artificial inteleggent, internet of Things. Akomodir preferensi konsumen global terhadap keamanan pangan lewat pemisahan antara CPO food grade dan non food grade. Humas Ditjenbun