Jakarta – Berbagai cara terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian (Kementan) untuk meningkatkan mutu serta kualitas dan mengawasi peredaran benih kelapa sawit. Salah satu diantaranya melalui Surat Persetujuan Penyaluran Benih Kelapa Sawit (SPPBKS).
“SPPBKS juga menjadi upaya pemerintah memperkuat penyediaan benih dan meninimalisir peredaran benih ilegitim,” kata Direktur Perbenihan Perkebunan, Ditjenbun,Kementan, Saleh Mochtar.
Lebih lanjut, menurut Saleh, kebutuhan pekebunan kecil bagi perseroangan maksimal 1.000 kecambah dan kelompok tani 5.000 kecambah. Sedang perkebunan besar di atas 200.000 kecambah wajib mengajukan ke Ditjenbun, Kementan. “Tapi jika di bawah itu permohonan diajukan ke dinas perkebunan Provinsi/Kabupaten,” jelas Saleh.
Berdasarkan catatan, Ditjenbun, Kementan, Tahun 2011-2020 kecambah yang tersalur 1,04 miliar butir atau setara replanting seluas 5,19 juta hektare (Ha). Sampai Maret 2021 SPPBKS yang sudah diterbitkan mencapai 24 pemohon dengan volume kecambah yang disetujui 37.520.500 butir dan 2.809.500 butir teralokasi untuk produsen pembesaran atau penangkaran.
“Proses produksi benih kelapa sawit mulai dari penetapan pohon induk sampai jadi benih siap salur sangat panjang. Di setiap tahapan bisa saja terjadi kontaminasi. Karena itu setiap komponen perbenihan harus menjalankan disiplin dengan ketat sesuai kapasitasnya,” papar Saleh.
Seperti diketahui bahwa pengawasan mutu dan peredaran benih kelapa sawit sangat diperlukan. Sebab harus diakui bahwa benih merupakan faktor penentu keberhasilan dalam peningkatan produkstivitas bersama pupuk serta penerapan good agriculture practices (GAP).
Sehingga dalam hal ini Ditjenbun sangat serius dalam mendorong benih berkualitas dan mengawasi peredarannya. Hal ini penting, jika petani (perkebunan) salah dalam memilih benih maka puluhan tahun petani akan merasakan kesalahannya. (Humas Ditjenbun)