Jakarta – Berbagai cara terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjen Bun), Kementerian Pertanian (Kementan) untuk terus lebih meningkatkan ekonomi petani perkebunan atau pekebun. Sebab, harus diakui tidak sedikit masyarakat yang menjadikan budidaya perkebunan sebagai tulang punggung ekonomi keluarga.
Atas dasar itulah Ditjen Bun, Kementan mencari cara agar pekebun tetap mendapatkan uang meskipun tanaman yang dibudidayakannya sedang di remajakan dalam hal ini peremajaan kelapa sawit. Salah satunya yakni dengan melakukan tumpang sari kelapa sawit – porang.
Pola tumpang sari kelapa sawit dengan porang bisa dilakukan terutama pada program peremajaan sawit rakyat (PSR). “Program ini bagus dan bisa diterapkan pada tanaman menghasilkan,” jelas Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Ditjen Bun, Kementan, Heru Tri Widarto.
Lebih lanjut, menurut Heru, tumpang sari pada kelapa sawit – porang bisa menambah penghasilan petani. “Kita integrasikan dengan PSR, selama menunggu panen bisa mengupayakan tanaman porang, jagung, padi dan kedelai,” terang Heru.
Optimasi lahan dari awalnya monokultur sawit sekarang ditumpang sari dengan tanaman pangan porang atau jagung
Pola tumpang sari kelapa sawit dengan porang ini cocok pada masa peremajaan tanaman (replanting). Sekarang orang mulai terbuka pemikirannya karena replanting sawit harus menunggu selama tiga tahun hingga tanaman panen. Nah ini yang bisa kita integrasikan dengan program PATB Ditjen Tanaman Pangan.
Heru pun menjelaskan bahwa program tumpang sari tidak hanya ditujukan ke petani sawit swadaya, namun juga petani plasma. “Kami juga sudah berkordinasi dengan Ditjen Tanaman Pangan pada lokasi replanting dengan harapan bisa memanfaatkan lahan-lahan peremajaan itu menjadi perluasan area tanam baru (PATB),” jelas Heru.
Adapun program PSR mencakup 21 provinsi utamanya Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Selatan. “Provinsi Sumatera menjadi prioritas replanting karena dari sisi luasan lahan juga paling besar untuk kelapa sawitnya,” kata Heru.
Namun tantangan tumpang sari kelapa sawit dengan porang memastikan offtaker atau pembeli produk tersebut. “Orang disuruh tanam porang disela tanaman sawit. Tapi kebetulan disini porang sudah tersedia offtaker-nya,” ungkap Heru.
Untuk itu, lanjut Heru, Ditjen Bun, Kementan, mendukung program ini karena menguntungkan petani kelapa sawit. “Saya kira ini ide yang bagus karena pasar porang sudah ada. Jangan sampai kita hanya berkoar-koar tumpang sari, tapi hasilnya tidak ada maka akan menjadi sia-sia,” jelas Heru.
Sebelumnya, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo menegaskan porang menjadi komoditas andalan baru di Indonesia khususnya dalam rangka membuat alur ekspor yang lebih beragam dan lebih optimal keseluruh manca negara yang ada. Oleh karena itu, Kementan bersama Pemerintah Daerah (Pemda) dan pelaku usaha terus memperbaiki budidaya porang yang lebih maju hingga proses pasca panen, pengumpulan dan bagaimana membawanya masuk ke industri. (Humas Ditjenbun)