Oleh:
Akhmad Faisal Malik, Cecep Subarjah, Nilam Sari Sardjono, dan Ester M. Silitonga
Menghadapi era 4.0, banyak negara tertuntut untuk menerapkan sistem pertanian berkelanjutan sebagai upaya meningkatkan daya saing industri demi menjaga keamanan dan ketahanan pangan. Perkebunan sebagai salah satu subsektor yang cukup banyak berkontribusi terhadap nilai tambah perekonomian negara hampir tak pernah absen dalam kancah perdagangan internasional. Oleh karena itu, keamanan produk dan keberlanjutan komoditas perkebunan menjadi bagian penting untuk dikawal dari hulu hingga hilir. Undang-undang nomor 22 tahun 2019 mengamanahkan kepada pemerintah, pelaku utama, pelaku usaha, dan masyarakat untuk melaksanakan sistem budidaya pertanian berkelanjutan serta perlindungan tanaman dengan sistem pengelolaan hama terpadu (PHT).
Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan telah melaksanakan amanah Undang-undang nomor 22 tahun 2019 tersebut, salah satunya dengan mengalokasikan anggaran dan pengawalan kegiatan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT). Falsafah kegiatan PPHT didasarkan bukan hanya pada pertimbangan ekonomi, tetapi juga pertimbangan ekologi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang bertanggungjawab. Kegiatan PPHT hampir tiap tahun dilaksanakan di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Kelompok tani Subak Abian Giri Sari dan Subak Abian Sari Amerta Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng Provinsi Bali, merupakan salah satu kelompok tani yang berhasil melaksanakan kegiatan PPHT pada tahun 2021. Penerapan pengendalian Hama Terpadu dilaksanakan secara bersama-sama antaranggota kelompok tani serta dipandu oleh petugas dengan metode pembelajaran andragogi. Selama kegiatan berlangsung, para anggota kelompok tani sangat antusias mengikuti pembelajaran yang disampaikan oleh pemandu serta membuka ruang diskusi untuk memecahkan masalah-masalah hama dan penyakit yang ada di kebun mereka. Sesuai dengan prinsip PHT, pemandu mengajak para petani untuk budidaya tanaman sehat, melakukan pengamatan rutin, melestarikan dan mengonservasi musuh alami, serta mengajak petani untuk menjadi manajer di kebunnya sendiri. Dalam praktiknya, petani juga diajak untuk mengamati keadaan agroekosistem antara lain mengamati dinamika populasi, keadaan hama-penyakit dan menghitung intensitas kerusakannya, observasi musuh alami, serta aspek-aspek lain yang mempengaruhi keberadaan hama dan penyakit.
Setelah kegiatan PPHT, petani secara mandiri mengimplementasikan beberapa komponen pengendalian antara lain aplikasi pupuk organik/kompos, Trichoderma sp., dan metabolit sekunder agens pengendali hayati. Hasilnya, terjadi penurunan intensitas penyakit jamur akar putih pada tanaman cengkeh di kebun mereka sebesar 39,33%. Berikut data hasil analisis statistik yang dilakukan oleh Kelompok Tani Subak Abian Giri Sari dan Subak Abian Sari Amerta.
Selanjutnya, kegiatan PPHT diharapkan dapat menjadi triger dan dapat diadopsi oleh kelompok tani atau provinsi lain yang belum mendapat kesempatan sehingga PPHT dapat menjadi sebuah gerakan nasional yang dilaksanakan secara komperhensif dan mandiri untuk menyelamatkan hasil komoditas perkebunan dari kerusakan akibat hama dan penyakit.