MALANG- Awal April lalu, Saptini Mukti Rahajeng, salah satu Widyaiswara Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan berkesempatan memberikan kuliah pada Webinar Series di Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas PGRI Banyuwangi. Webinar ini dihadiri oleh civitas akademika Universitas PGRI Banyuwangi lintas fakultas membahas tentang Potensi Bioteknologi Pangan dan Pertanian Menjawab Tantangan Krisis Pangan Global.
Krisis pangan menjadi isu hangat sejak Pandemi Covid-19 melanda hamper semua negara di dunia, dan semakin memanas sejak dampak perubahan iklim dan perang yang terjadi di beberapa negara penyokong kebutuhan produksi pangan, seperti Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina. Sehingga hal tersebut berpegaruh menurunkan kuantitas dan kualitas faktor-faktor produksi dan distribusi pangan dunia. Tidak hanya produksi pangan, dampak perubahan iklim berupa kemarau panjang atau el nino menyebabkan terhambatnya distribusi pangan akibat mengeringnya beberapa jalur transportasi air dunia, seperti Sungai Rhein dan Terusan Panama. Gangguan kekeringan juga mendorong beberapa negara pemasok beras dunia, seperti India yang menyumbang 40% beras dunia, membatasi pasokannya keluar negeri sehingga berdampak pada kenaikan harga beras.
Bagaimana bioteknologi bisa mengatasi krisis pangan? Para peserta webinar yang kebanyakan mahasiswa diberikan pemahaman tentang pengertian bioteknologi dan ruang lingkup penerapannya selama ini dalam bidang pangan dan pertanian.
Bioteknologi dapat diterapkan secara konvensional dan modern, yang secara konvensional umumnya melalui kegiatan fermentasi seperti pada proses pembuatan pupuk hayati, produksi bahan aktif anti penyakit atau serangga hama, atau proses pengolahan hasil untuk meningkatkan masa simpan, citarasa dan nilai gizi. Sementara bioteknologi modern dicirikan dengan keterlibatan teknologi molekuler, rekayasa genetik, dan kultur sel/jaringan dalam prosesnya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BBPSDMP), Dedi Nursyamsi mengungkapkan bahwa salah satu jurus membangun wirausaha pertanian adalah dengan smart farming.
“Saya yakin dengan dengan smart farming, produktivitas pertanian bisa digenjot, kualitas bisa diperbaiki dan kontinyuitas terjamin, “ungkap Dedi.
Ia melanjutkan, bahwa pada smart farming, ada pemanfaatan produk biosains, biotekologi, biofertilizer, biopestisida, utamanya pemanfaatan varietas yang berpotensi hasil tinggi.
Sementara itu, dalam keterangannya, Saptini, Widyaiswara BBPP Ketindan, mengatakan, salah satu penelitian yang sedang dilakukan sekarang bersama BRIN adalah mengembalikan kejayaan Apel Malang dengan teknik gen editing.
“Selain melakukan manipulasi lingkungan tumbuh apel yang baik secara ramah lingkungan. Gen editing yang dilakukan untuk meningkatkan rasa manis dengan menekan ekspresi gen penghasil rasa asam di apel,” jelas Saptini.
Selain itu, bersama tim BRIN juga sedang mengembangkan teknologi tanam hidroponik dengan sistem organik dan presisi, untuk komoditas sayur hidroponik dan tanaman hias anggrek, dengan melibatkan mikroorganisme dan teknologi nano.
“Teknologi semakin efektif jika didukung lingkungan yang sesuai, dan bioteknologi termasuk teknologi yang mengedepankan praktik ramah lingkungan untuk keberhasilan dan keberlanjutannya. Bioteknologi sangat potensial dikembangkan menghadapi tantangan produksi pangan ke depan, sehingga diharapkan semakin banyak peneliti dan praktisi bidang Bioteknologi mendukung capaian cita-cita peningkatan dan keberlanjutan produksi pangan di masa mendatang,”pungkas Saptini. Ajeng/ Yeniarta