Brigade pangan merupakan salah satu program strategis yang digagas Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mempercepat Swasembada Pangan Nasional. Sesuai dengan arahan Presiden RI, “Indonesia akan mewujudkan swasembada pangan paling lambat 4—5 tahun mendatang, bahkan kita siap menjadi lumbung pangan dunia,” kata Prabowo Subianto saat berpidato dalam Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI Periode 2024–2029 di Gedung Nusantara pada Minggu, 20 Oktober 2024. Menindaklanjuti arahan tersebut, Kementan telah menetapkan program strategis pembangunan pertanian yaitu swasembada pangan.
Langkah ini dilakukan demi mewujudkan percepatan swasembada pangan yang ditargetkan pada tahun 2028 seperti yang diinginkan Presiden Prabowo Subianto, ungkap Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Terdapat 2 langkah besar yang diambil yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi dilakukan dengan penambahan luas tanam melalui optimalisasi indeks pertanaman (IP) hingga 483.563 Ha kemudian ekstensifikasi dengan penambahan luas tanam melalui oplah seluas 351.017 Ha pada 2024 dan 500 Ha pada 2025. Selanjutnya pompanisasi seluas 1 juta hektar dan dukungan sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk, pestisida, ameliorant, alat dan mesin pertanian (alsintan), serta petani dan penggarap sawah.
Terpisah, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Idha Widi Arsanti, menjelaskan bahwa Brigade Pangan bertujuan mendukung pertanian berkelanjutan melalui pendekatan teknologi dan penguatan kelembagaan petani.
“Ini lebih dari sekadar program, ini adalah komitmen bersama dalam memanfaatkan potensi lahan dan membangun ketahanan pangan daerah,” ujarnya.
Guna mendukung program Brigade Pangan tersebut, Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Kementerian Pertanian turut berkontribusi dengan menyusun program peningkatan kompetensi para pendamping Brigade Pangan melalui Pelatihan Pertanian Berbasis Kompetensi Mendukung OPLAH dan Sertifikasi Kompetensi di salah satu lokasi program yaitu Provinsi Kalimantan Utara. Penyusunan program pelatihan dan persiapan materi uji kompetensi dilakukan pada tanggal 12 – 14 Desember 2024 di Provinsi Bali dengan mengundang narasumber dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), master asesor dan asesor kompetensi di seluruh UPT. Kementan. Rencana judul pelatihan yang akan diusung adalah Pelatihan Operator Alsintan, Pelatihan Teknisi Alsintan, Pelatihan Budidaya Padi Rawa dan Pelatihan Usaha Pelayana Jasa Alsintan (UPJA). Sebagai tindak lanjut kegiatan pelatihan, akan dilakukan sertifikasi profesi khususnya kepada Operator dan Teknisi Alsintan.
Kegiatan sertifikasi akan berjalan dengan baik jika materi uji kompetensi (MUK) disiapkan dengan sebaik-baiknya. Bambang Gatut Nuryanto selaku master asesor mengatakan bahwa, “sebelum menyusun MUK, maka kita harus memahami skema sertifikasi meliputi kemasan kompetensi, untuk siapa skema ini diujikan, metode dan instrumen uji kompetensi apa yang digunakan. Selanjutnya siapkan standar kompetensi yang akan menjadi rujukan baik dari Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan Skema Kompetensi Kerja Khusus (SK3).
“Pengembangan materi uji kompetensi diperlukan agar selaras dengan program brigade pangan khususnya bidang alsintan, namun terdapat beberapa MUK lain yang diperlukan yaitu juru sembelih halal, penyuluh pertanian, pengolahan hasil pertanian, pertanian organik dan perbenihan,”imbuh Gatut.
Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan sebagai salah satu UPT. Pelatihan berpartisipasi aktif untuk melaksanakan pembekalan bagi pendamping brigade pangan pada tahun 2025 melalui pelatihan pertanian berbasis kompetensi mendukung OPLAH.
Sebagai TUK, BBPP Ketindan juga siap untuk melaksanakan sertifikasi sesuai dengan SKKNI Alat dan Mesin Pertanian Nomor 217 Tahun 2016. Hasil penelaahan yang dilakukan pada pertemuan tersebut, terdapat alat dan mesin pertanian yang belum diakomodir dalam SKKNI dan skema yaitu hand sprayer dan pompa air. Kemudian minimnya jumlah asesor bidang Alsintan juga membutuhkan adanya solusi melalui pemberdayaan asesor kompetensi LSP dengan menambah ruang lingkup skema asesor kompetensi dengan frekuensi asesmen kurang dari 6 kali dalam 3 tahun.
Nining Hariyani/Yeniarta