MALANG – Strategi Climate Smart Agriculture (CSA) atau pertanian cerdas iklim telah diimplementasikan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dan kualitas hasil pertanian sekaligus memastikan keberlanjutan sektor pertanian dalam mengatasi dampak perubahan iklim global yang semain tidak menentu.
Dalam penerapan CSA, peran penyuluh di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) sangat penting, sebagai garda terdepan dalam sosialisasi dan pendampingan. Diharapkan dapat terjadi peningkatan Indeks Pertanaman (IP) dan produktivitas pertanian secara keseluruhan, serta mendukung tercapainya swasembada pangan yang berkelanjutan.
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, yang menegaskan, inovasi harus terus dilakukan untuk menjaga ketahanan pangan nasional.
Menurutnya, tantangan di sektor pertanian semakin kompleks salah satunya adalah faktor iklim global sehingga diperlukan langkah antisipatif serta pemanfaatan teknologi guna memastikan produksi pangan tetap stabil.
“CSA berdampak positif dalam meningkatkan produktivitas tanaman pangan dan pendapatan petani,” kata Mentan Amran.
Senada dengan pernyataan Mentan Amran, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Idha Widi Arsanti, menyatakan, inovasi dan pemanfaatan teknologi sangat diperlukan dalam mendukung program utama Kementerian Pertanian (Kementan), khususnya dalam menghadapi potensi darurat pangan.
“Dengan didukung inovasi dan pemanfaatan teknologi, saya yakin target utama Kementan dalam meningkatkan produksi sekaligus mengantisipasi darurat pangan akan tercapai,” ujar Santi.
Implementasi dari program CSA ini juga didukung dalam kegiatan Temu Teknis Penyuluh Pertanian, yang diselenggarakan di BPP Puri, Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto, Rabu (19/2/2025). Kegiatan ini dihadiri oleh 32 peserta dari lima BPP yakni BPP Puri, BPP Sooko, BPP Bangsal, BPP Dlanggu, dan BPP Kutorejo.
Temu Teknis Penyuluh Pertanian bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan yang dihadapi petani dan penyuluh dalam menghadapi perubahan iklim, serta mencari solusi inovatif dan praktis dalam mendukung swasembada pangan berkelanjutan.
“Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pembinaan kepada penyuluh agar dapat lebih efektif dalam mengedukasi petani tentang praktik pertanian yang berbasis data dan responsif terhadap perubahan iklim,” jelas Siti Arofah, Kepala Bidang Penyuluhan Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto, dalam pembukaan.
Sementara itu menurut Dewi Melani, Widyaiswara BBPP Ketindan yang mengajar pada kegiatan Temu Teknis, menuturkan bahwa Pertanian Cerdas Iklim atau CSA merupakan pendekatan pada pengembangan strategi pertanian untuk mengamankan ketahanan pangan berkelanjutan dalam menghadapi kondisi Dampak Perubahan Iklim (DPI).
Diharapkan para petani sebagai agen CSA dapat meningkatkan produktivitas dan Indek Pertanaman (IP) serta mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK), mendukung penerapan teknologi CSA secara masif, dan menerapkan demplot berbasis Internet of Things (IoT).
“Dengan penerapan CSA, para petani di Indonesia memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan adaptif mereka dalam menghadapi tantangan krisis iklim yang semakin kompleks. Hal ini tidak hanya membantu meningkatkan ketahanan pangan, tetapi juga memastikan keberlanjutan sektor pertanian di Indonesia dalam jangka panjang,” tutur Dewi.
Oleh karena itu, penerapan CSA adalah langkah strategis yang sangat relevan untuk menghadapi tantangan perubahan iklim global, sekaligus memastikan keberlanjutan sektor pertanian di Indonesia. Dengan dukungan penyuluh pertanian yang profesional dan pemanfaatan teknologi yang tepat, program ini berpotensi besar untuk meningkatkan produktivitas pertanian, mengurangi kerugian pasca panen, dan mencapai swasembada pangan yang berkelanjutan. Dewi Melani*