Banyuwangi – Inovasi pangan berbasis hasil pertanian kembali lahir dari tangan perempuan desa. Kelompok Wanita Tani (KWT) Wira Wanita Tani di Desa Setail, Kecamatan Genteng, Banyuwangi, yang berhasil mengembangkan keripik jamur tiram dengan merek “Tirooshi” yang tak hanya renyah dan nikmat, tetapi juga kaya protein, serat, dan vitamin.
Produk olahan ini menjadi bukti nyata bagaimana hilirisasi pertanian mampu meningkatkan nilai tambah sekaligus memberdayakan perempuan. Dari 1 kilogram jamur segar seharga rata-rata Rp15.000, bisa dihasilkan sekitar 800 gram keripik jamur dengan harga jual mencapai Rp130.000/kg. Nilai tambahnya mencapai sekitar Rp60.000 per kg jamur segar.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menekankan pentingnya pengembangan klaster komoditas pertanian sebagai strategi untuk meningkatkan ketahanan pangan dan perekonomian daerah. Menurutnya, klasterisasi memungkinkan integrasi dari hulu ke hilir, meningkatkan efisiensi produksi, serta menciptakan nilai tambah bagi produk pertanian.
“Pengembangan klaster komoditas pertanian sangat penting sebagai strategi untuk meningkatkan ketahanan pangan dan perekonomian daerah. Dengan klasterisasi, integrasi dari hulu ke hilir dapat terwujud, efisiensi produksi meningkat, dan nilai tambah produk pertanian tercipta,” ujar Amran.
Amran juga menegaskan, hilirisasi sektor pertanian menjadi motor penggerak perekonomian nasional dan membuka jalan menuju Indonesia Emas 2045. Hilirisasi tidak hanya meningkatkan nilai tambah produk, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan memperkuat daya saing industri nasional.
Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Idha Widi Arsanti, menyatakan bahwa peningkatan kualitas hasil pertanian dan ekonomi petani, sangat berkaitan dengan pengolahan hasil pertanian sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah produk.
Annisa Qurotul Aini, Ketua KWT Wira Wanita Tani, menuturkan, awalnya hanya menekuni budidaya jamur. Namun berkat pembinaan dan dukungan pemerintah melalui Program YESS Kementerian Pertanian, ia mampu mengembangkan usaha hingga memiliki kapasitas produksi lebih besar.
“Awalnya saya hanya budidaya jamur, tapi berkat pembinaan dan dukungan program pemerintah, saya bisa mengolah jamur menjadi keripik yang menarik dan bernilai jual lebih tinggi,” ungkap Annisa.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi Ilham Juanda menegaskan komitmennya dalam mengembangkan klaster pertanian berbasis komunitas.
“Kami berkomitmen mendukung pengembangan klaster pertanian sebagai strategi untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan nilai tambah produk pertanian, sekaligus memberdayakan petani, khususnya kelompok perempuan, agar kesejahteraan masyarakat setempat meningkat,” ujarnya.
Pengembangan klaster, baik untuk jamur maupun komoditas pertanian lainnya, terbukti efektif mempermudah akses pasar, membuka peluang pengolahan produk menjadi olahan bernilai tambah, dan mendukung hilirisasi.
Dengan pengelolaan yang terintegrasi dari hulu hingga hilir, petani tidak hanya fokus pada produksi bahan baku, tetapi juga mampu mengolah dan memasarkan produk, meningkatkan harga jual, membuka lapangan kerja, serta memberdayakan komunitas lokal, termasuk kelompok perempuan. Integrasi hulu-hilir ini memperkuat daya saing produk di pasar, mendorong inovasi, dan memastikan keberlanjutan usaha pertanian secara kolektif.
Melalui sinergi pemerintah pusat, daerah, dan komunitas petani, strategi klasterisasi dan hilirisasi diharapkan KWT Banyuwangi, Buktikan Hilirisasi Pertanian Mampu Tingkatkan Nilai Tambah Olahan Jamur dampak nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, sekaligus memperkuat daya saing produk lokal di pasar nasional maupun global. Laila Nuzuliyah(