Ajak Peserta Pelatihan Kenali Ecoenzyme, UPT Pertanian Bekali Pertanian Ramah Lingkungan

MALANG – Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan mengenalkan pertanian ramah lingkungan kepada peserta Pelatihan Longterm K-Smart Tahap II Tahun 2025 melalui pembuatan ecoenzym. Kamis, (20/11/2025) peserta pelatihan melaksanakan pembelajaran di Rumah Ecoenzyme (EE) milik Munanto Haris dan Nurlela. Keduanya merupakan sepasang suami istri, dan pensiunan pegawai di BBPP Ketindan yang telah mengembangkan EE ini secara otodidak sejak tahun 2022.

Ecoenzym (EE) ini ditemukan pertama kali oleh Dr. Rosukon Poompanvong yang merupakan pendiri Asosiasi Pertanian Organik di Thailand pada tahun 2006. Oleh karena itu Longterm K-Smart tertarik mempelajari EE ini karena memiliki banyak manfaat yaitu sebagai pupuk organik tanaman, pengusir hama, mengurangi polusi, perbaikan kualitas air, penyaring udara dan bahkan bermanfaat bagi kesehatan manusia.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan bahwa pendekatan bertani dengan biaya murah dan ramah lingkungan merupakan salah satu pilar keberlanjutan sektor pertanian nasional.

“Kita tidak hanya ingin petani kita sejahtera, tapi juga alam kita tetap lestari. Teknologi, inovasi, dan kearifan lokal harus berjalan beriringan. Dengan begitu, kita bisa menjaga tanah, air, dan udara, sekaligus meningkatkan pendapatan petani,” ungkap Mentan Amran.

Hal ini juga sejalan dengan arahan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Idha Widhi Arsanti, yang menekankan pentingnya peningkatan kapasitas petani dan penyuluh dalam menerapkan praktik pertanian ramah lingkungan dan efisien.

Munanto Haris selaku pemilik Rumah Ecoenzyme mengatakan bahwa EE ini diperoleh dari fermentasi limbah dapur organik yang selama ini dibuang di tempat sampah oleh para ibu rumah tangga. Bahan – bahan yang dapat digunakan untuk membuat EE dapat berupa limbah sayuran dan buah yang masih segar dan sudah dicuci bersih.

“Buah dan sayur yang sangat baik untuk digunakan sebagai bahan EE meliputi, kulit buah jeruk keprok, jeruk bali, semangka, pisang, pepaya, melon, wortel, kangkung dan lain-lain,” jelas Haris.

Ia menambahkan, bahwa hal ini disebabkan karena menghasilkan berbagai enzyme yang bermanfaat untuk menghancurkan racun, membangun otot, memecah partikel makanan selama proses pencernaan dan memulihkan sel-sel yang mati. Sedangkan buah dan sayuran yang tidak direkomendasikan meliputi kulit buah durian, salak, lengkeng, alpukat, nangka dan sayuran kubis. Hal ini diindikasi mengandung gas yang cukup tinggi.

Nurlela lalu menjelaskan cara membuat larutan EE sangat mudah dan murah, untuk wadah dengan kapasitas 15 liter, menggunakan 60 % nya saja sehingga formulasinya menjadi 900 gram molase, 2.700 gram bahan organik (BO) limbah buah, sayuran segar dan bersih minimal 5 jenis BO serta 9 liter air.

Melalui pembekalan pertanian ramah lingkungan melalui ecoenzym ini, peserta diharapkan dapat menerapkan teknologi ramah lingkungan pada kegiatan usahataninya dan menyebarluaskan kepada masyarakat.

“Mereka harus merubah mindset bahwa penerapan teknologi smart farming tidak hanya fokus pada penerapan teknologi pertanian modern, tapi juga berupaya untuk menjaga kelestarian lingkungan melalui pemanfaatan limbah pertanian secara berkelanjutan,”kata Nining Hariyani, Widyaiswara BBPP Ketindan, selaku pendamping sekaligus pengajar pada Pelatihan Longterm K-Smart. Nining Hariyani*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *