Kulonprogo tercatat sukses menjadi salah satu sentra penghasil bawang merah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bahkan nasional. Kawasan tersebut akan didorong untuk tumbuhnya korporasi petani bawang merah.
Korporasi petani mulai digairahkan di berbagai daerah oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Menurutnya, korporasi petani akan meningkatkan nilai tambah, daya saing, mengembangkan produk turunan dan meningkatkan kesejahteraan petani itu sendiri dalam menghadirkan pertanian yang maju, mandiri dan modern.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo terus mendorong pengembangan korporasi petani dan nelayan yang diharapkan dapat membangun proses bisnis dari hulu ke hilir.
Varietas bawang merah yang banyak dikembangkan di Kulonprogo yaitu Tajuk dan Varietas Lokal Srikayang yang telah terdaftar di Kementerian Pertanian.
Bupati Kulonprogo, H Sutedjo saat melakukan panen raya bawang merah di sentra Srikayangan, Sentolo, Senin (19/10) menyampaikan panen kali ini sangat menggembirakan petani.
“Hasil ubinan basahnya bisa sampai 20 ton per hektar. Harga jual di lahan bisa sampai Rp 25 ribu per kilo atau Rp 40 juta per seribu meter persegi,” ujar Sutedjo.
Selain Bupati, turut hadir juga Wakil Bupati Kulonprogo, perwakilan Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian, DPRD DIY, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY dan puluhan petani setempat.
Sementara itu, Dirjen Hortikuktura Prihasto Setyanto dalam keterangan tertulisnya mengapresiasi keberhasilan petani Kulonprogo yang sudah mengembangkan hulu-hilir bawang merah sebagai embrio tumbuhnya korporasi petani.
Meski sudah sukses panen, Bupati Sutedjo mengajak para petani bawang merah Kulonprogo untuk semakin dinamis dan berwawasan nasional. “Jadi petani bawang merah harus senantiasa “ngulir budi” atau berpikir dinamis. Tak hanya untuk Kulonprogo tapi harus tau dinamika nasional seperti apa. Tidak hanya di budidaya saja, tetapi juga harus mampu mengelola hulu hilirnya. Korporasi petani menjadi alternatif yang bagus,” terangnya.
Kepala Dinas Pertanian Kulonprogo, M Aris Nugroho menyebut daerahnya merupakan sentra utama bawang merah selain cabai merah yang lebih dulu eksis. Luas tanam bawang merah Kulonprogo tahun 2019 mencapai 628 hektar, dan tahun 2020 sampai oktober saja sudah naik menjadi 879 hektar. “Sentra terbesarnya di desa Srikayangan ini yang mencapai 255 hektar,” kata Aris.
Menurut Aris, omset bawang merah di Desa Srikayangan mencapai Rp 66 Milyar satu kali musim tanam. “Contoh yang saat ini dipanen, dengan modal hanya Rp 14 juta, petani bisa mendapat untung hingga Rp 26 juta per 1.000 m2. Ini luar biasa di tengah situasi pandemi saat ini,” tandasnya.
Sementara, Kasi Pengembangan Kawasan Bawang Merah dan Sayuran Umbi Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Subardi, mengapresiasi capaian Kulonprogo yang sukses menjadi sentra utama bawang merah untuk wilayah DIY bahkan nasional.
“Produksi bawang merah Kulonprogo tercatat surplus hingga hampir 2.000 ton per tahunnya. Capaian swaembada ini harus ditingkatkan, salah satunya melalui korporasi petani untuk menjamin keberlanjutan usahatani,” katanya.
Korporasi tersebut menyinergikan berbagai unit usaha dan stakeholders terkait pengembangan bawang merah dari hulu hingga hilir yang dikelola langsung oleh para petani maju setempat. Ditambahkannya, tahun ini Kementan membantu pengembangan bawang merah Kulonprogo berupa sarana pascapanen dan pengolahan. HMSH