Teknologi Pelapisan Benih dengan Menambah Agens Hayati Penyerapan Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit  

Berita, Perkebunan62 Dilihat

Oleh :

Saipulloh,SP,M.Si (Pengawas Benih Tanaman Direktorat Jenderal Perkebunan)

Drs. Nono Suharyono (Pranata Humas Ahli Madya Direktorat Jenderal Perkebunan)

Jakarta – Tingginya pPeranan kelapa sawit dalam perekonomian Indonesia yang tinggi telah mendorong pemerintah dan masyarakat untuk berperan dalam pengembangan kelapa sawit. Hal tersebut ditunjukkan dengan oleh peningkatan perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Berdasarkan dKementerian Pertanian melaporkan terjadi peningkatan luas areal penanaman kelapa sawit di Indonesia sebelum tahun 1983 kurang dari satu juta hektar, namun berdasarkan publikasi terakhir dari data statistik Ditjen Perkebunan tahun 2019 (angka tetap) berkembang menjadi seluas 14.46 juta hektar dengan produksi 47.12 juta ton (Ditjenbun, 2021).

Ketersediaan lahan subur yang semakin berkurang mendorong perluasan perkebunan kelapa sawit menggunakan lahan yang agak masam sampai masam dengan tingkat kesuburan yang rendah. Sebaran luas perkebunan kelapa sawit didominasi pada kondisi lahan kelas tiga atau agak sesuai. Kendala yang dihadapi dalam penanaman pada lahan merjinal tersebut adalah tanah bersifat masam dan unsur hara sulit tersedia khususnya unsur fosfat, sehingga menyebabkan defisiensi yang akan menghambat pertumbuhan.

Unsur fosfat merupakan salah satu unsur hara utama yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit. Unsur fosfat terdapat cukup banyak di dalam tanah, namun unsur tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimum oleh tanaman karena sifat senyawa fosfat yang mudah bereaksi dengan logam berat membentuk senyawa mineral yang tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tTanah dengan tingkat pH tanah rendah umumnya memiliki kandungan aluminium (Al) dan besi (Fe) yang tinggi sehingga akan bereaksi dengan fosfat membentuk senyawa Al-Fosfat serta Fe-Fosfat yang tidak larut, sedangkan pada tingkat pH tanah tinggi unsur fosfat akan bereaksi dengan kalsium (Ca) membentuk senyawa Ca3(PO4)2.

Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut diantaranya dengan metode pemuliaan tanaman (plant breeding) dan perlakuan benih (seed treatment). Metode pemuliaan dapat dilakukan dengan baik tetapi mengingat siklus hidup kelapa sawit 25-30 tahun, maka metode ini memerlukan waktu yang lama untuk menghasilkan tanaman yang toleran pada kondisi kahat fosfat dan berproduksi tinggi. Sedangkan alternatif lainnya dengan menggunakan perlakuan benih. Bahan tanam (benih) yang akan ditanam dapat ditambahkan (seed enrichment) dengan agens hayati yang bersimbiosis positif terhadap tanaman yang akan dibudidayakan. Metode ini diharapkan dapat lebih cepat menghasilkan tanaman yang tahan terhadap kondisi kahat fosfat serta tetap berproduksi tinggi.

Perlakuan benih dapat dilakukan dengan pelapisan benih (seed coating). Pelapisan benihpengg dalam industri benih sangat efektif karena dapat untuk memperbaiki penampilan benih, meningkatkan daya simpan, mengurangi resiko tertular penyakit dari benih di sekitarnya, dan dapat digunakan sebagai pembawa zat aditif, misalnya antioksidan, anti mikroba, repellent, mikroba antagonis, zat pengatur tumbuh dan lain-lain. Bahan pelapis yang digunakan untuk melapisi benih harus memiliki persyaratan antara lain dapat mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan, menghambat laju respirasi seminimal mungkin, tidak bersifat toksik terhadap benih, mudah pecah dan larut apabila terkena air sehingga tidak menghambat proses perkecambahan, terutama proses imbibisi namun tidak mudah mencair. Bahan pelapis juga bersifat porus, sehingga benih masih dapat memperoleh oksigen untuk respirasi, higroskopis, tidak bereaksi dengan pestisida, merambat dan menyimpan panas yang rendah serta harus mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah, sehingga tidak dapat menekan meningkatkan harga benih.

Bahan pelapis yang digunakan dalam proses pelapisan, diantaranya natrium alginat, arabic gum, carboxyl methil cellulose (CMC), dan tapioka. Keunggulan dari bahan-bahan tersebut adalah memiliki daya rekat yang tinggi dan mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau.

Bahan pelapis tersebut telah dilakukan penelitian dengan konsentrasi tertentu yaitu natrium alginat 0.083 g mL-1 digunakan untuk pelapis benih kacang panjang, arabic gum 0.25 g mL-1 pelapis benih buncis dan benih kacang panjang, dan tepung tapioka 0.05 g mL-1 pelapis benih kedelai. Kombinasi bahan pelapis untuk melapisi benih padi yang pernah dilakukan, yaitu arabic gum 3 % + gipsum 1 %, CMC 1.5 % + talk 1 % dan CMC 1.5 % + gipsum 1 % dapat meningkatkan viabilitas benih padi sebesar 85 %. Sedangkan untuk benih kelapa sawit terdapat tiga formula terbaik untuk melindungi, meningkatkan pertumbuhan dan penyerapan fosfat pada benih kelapa sawit yang telah diperkaya agens hayati penyerap fosfat adalah CMC 1.5%, CMC 2% + gipsum 1.5%, dan CMC 1.5% + talk 1%. Sehingga dengan teknologi ini menjadi solusi kendala yang dihadapi penanaman kelapa sawit di lahan marjinal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *