Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan bahwa kebijakan impor indukan sapi hidup merupakan bagian dari strategi nasional untuk memperkuat ketahanan pangan sekaligus mendorong industrialisasi subsektor peternakan. Pemerintah memastikan bahwa langkah ini memperluas kesempatan tumbuhnya pelaku usaha lokal, terutama peternak rakyat dan koperasi.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Agung Suganda, menjelaskan bahwa pemerintah tengah mengakselerasi Program Percepatan Peningkatan Produksi Susu dan Daging Nasional (P2SDN) yang menjadi mandat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.
“Target kami adalah mendorong peningkatan produksi susu dan daging sapi nasional untuk mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagaimana dicanangkan Bapak Presiden Prabowo,” jelas Agung dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Salah satu upaya nyata yaitu mendatangkan satu juta ekor sapi perah dan satu juta ekor sapi pedaging dalam lima tahun ke depan. Hingga pertengahan Juni 2025, sudah masuk 22.241 ekor terdiri dari 8.580 ekor sapi perah dan 11.405 ekor sapi pedaging.
“Ini bukan sekadar impor, tapi bagian dari investasi terintegrasi. Kami sudah mengantongi komitmen dari 196 pelaku usaha sapi perah dan 84 pelaku usaha sapi pedaging, baik PMDN maupun PMA,” ujar Agung.
Kebijakan impor indukan sapi ini sejatinya bukan pengganti produksi lokal, melainkan akselerator untuk mempercepat kemandirian pangan nasional. Selain itu, sebagian besar sapi yang diimpor merupakan sapi bunting, sehingga dapat langsung berkontribusi terhadap peningkatan populasi dan produksi.
Sebagai bentuk dukungan nyata, pemerintah menyediakan berbagai insentif bagi para investor. Fasilitas tersebut mencakup insentif fiskal seperti tax allowance dan investment allowance, serta dukungan nonfiskal berupa penyediaan lahan, asistensi teknis, dan pengawalan proses perizinan.
“Karpet merah kami gelar untuk investor yang ingin ikut membangun kedaulatan pangan nasional,” tegas Agung.
Guna memastikan keberlanjutan program tersebut, Kementan juga menekankan pentingnya kemitraan antara peternak rakyat dan investor. Skema ini menjadikan peternak sebagai mitra operasional, sementara investor menyediakan indukan sapi, pakan, sistem manajemen, serta teknologi.
Melalui skema investasi, penguatan peran peternak rakyat, serta keterlibatan koperasi dan UMKM, pemerintah membangun ekosistem peternakan yang lebih produktif, dan berkelanjutan. “Kita ingin peternakan lokal tumbuh, industri nasional berkembang, dan masyarakat mendapatkan akses protein hewani yang cukup dan terjangkau,” ungkap Agung.
Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, telah menekankan bahwa pemerintah terus mendorong investasi, baik dari dalam maupun luar negeri, guna meningkatkan populasi sapi dan memenuhi kebutuhan daging serta susu nasional.
“Bukan negara yang mengeluarkan anggaran untuk impor sapi hidup. Kita membuka kesempatan karena ada kebutuhan besar pada daging dan susu, maka kita membuka kesempatan bagi banyak investor untuk berinvestasi,” kata Wamentan Sudaryono dalam keterangannya di Kantor Pusat Kementan, Jakarta Selatan, sepekan lalu (17/6/2025).
Terkait regulasi kuota impor sapi hidup yang dilakukan pemerintah untuk menjamin ketersediaan pasokan daging sapi hingga susu. Menurutnya, dengan tidak diberlakukannya kuota impor, justru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada berbagai pelaku usaha.
“Yang dimaksudkan kuota dihapus tuh jangan sampai yang dapat dia lagi, dia lagi, gitu. Kita tidak mau. Ini kan namanya demokrasi berkeadilan. Jadi siapapun boleh dalam kerangka volume yang disepakati di neraca komoditas,” pungkasnya.
Kementan menegaskan, meski kebijakan impor sapi hidup terbuka tanpa sistem kuota, setiap pelaku usaha yang melakukan impor tetap wajib menunjukkan komitmen dalam membangun produksi nasional melalui penyediaan indukan. Investasi ini tidak hanya mencukupi kebutuhan saat ini, tapi juga menjadi fondasi jangka panjang bagi ketahanan pangan nasional. HPKH