Anggaran Ketahanan Pangan 2026, Konsistensi Pemerintah Jalankan Program SPHP

JAKARTA – Keberpihakan pemerintah dalam komando Presiden Prabowo Subianto terhadap penguatan ketahanan pangan tampak dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2026. Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menuturkan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di tahun depan dapat segera di eksekusi sesuai keperluan.

“Saya juga menyampaikan untuk tahun 2026 itu sudah ada breakdown anggaran untuk ketahanan pangan. Jadi tahun depan itu kita tidak mengajukan-mengajukan lagi, tapi sudah masuk anggarannya dan kita bisa langsung mengeksekusi kapanpun kita perlukan, karena tidak semua daerah itu panen,” papar Arief dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta pada Kamis (21/8/2025).

“Pada saat ada satu daerah panen, daerah lainnya ada yang belum panen, seperti Papua itu memang perlu subsidi penuh, juga Papua Pegunungan, dan lain-lain. Untuk SPHP di sana harus konsisten. Jadi saya rasa ini keperpihakan yang luar biasa kepada pangan. Total Rp 164,4 triliun. Dari itu ada untuk konsumsi Rp 6,4 triliun,” sambung Arief.

Mengutip pada paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada konferensi pers RAPBN 2026 (15/8/2025), disebutkan dari total anggaran ketahanan pangan sebesar Rp 164,4 triliun terdapat Rp 6,4 triliun yang dialokasikan untuk program konsumsi. Ini terdiri dari bantuan kerawanan pangan kepada 64,8 ribu orang, gerakan pangan murah kepada 39 kelompok masyarakat, dan SPHP sebesar Rp 5,8 triliun.

Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan untuk pelaksanaan program SPHP beras di tahun ini dilakukan secara selektif menyesuaikan masa panen raya. Namun pihaknya perlu mengajukan penganggaran terlebih dahulu untuk implementasi SPHP beras kembali usai panen raya. Program dapat berjalan setelah ada transfer anggaran dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) ke anggaran NFA.

“Perlu kami jelaskan, SPHP beras tahun 2025 awalnya akan dilaksanakan dari awal sampai dengan akhir tahun. Kemudian, di Januari-Februari, karena produksi kita di bawah, maka SPHP kita keluarkan. Itu menjawab yang ada realisasi SPHP 181 ribu ton. Kemudian ada panen raya, kita semua sepakat menghentikan SPHP, kecuali daerah tertentu seperti Papua,” papar Arief.

“Ini dilakukan karena kita mau harga gabah petani sesuai perintah Bapak Presiden minimal di Rp 6.500 per kilo. Nah, setelah panen rayanya selesai, maka kita buka kembali SPHP-nya. Namun perlu menunggu transfer anggaran dari BA BUN. Tahun ini bantuan pangan sekitar Rp 5 triliun dan SPHP beras sekitar Rp 1,3 triliun. Jadi SPHP dan bantuan pangan itu memang baru keluar dan baru beberapa minggu ini di deliver,” jelas Arief lagi.

Adapun realisasi SPHP beras periode Juli-Desember 2025, per 22 Agustus telah mencapai 58,4 ribu ton. Jika digabungkan dengan periode penyaluran sebelumnya, yakni tahap pertama 100,9 ribu ton dan tahap HBKN Idulfitri 80,2 ribu ton, maka total realisasi penyaluran beras SPHP sepanjang 2025 sudah menyentuh 239,6 ribu ton. Jumlah ini setara 15,97 persen dari target setahun yang ditetapkan sebesar 1,5 juta ton.

Sebagai komparasi, target realisasi SPHP beras dalam setahun terus ditingkatkan oleh NFA dan Perum Bulog selalu dapat mencapainya. SPHP beras tahun 2023 tercatat terlaksana 1,196 juta ton atau 110,30 persen dari target 1,085 juta ton. Sementara SPHP beras 2024, SPHP beras kembali tercapai 1,401 juta ton atau 100,12 persen dari target 1,4 juta ton.

Tentunya melalui program intervensi perberasan pemerintah seperti SPHP beras dapat menjadi peredam fluktuasi harga beras, terutama beras medium. Panel Harga Pangan NFA mencatat, kondisi rerata harga beras medium secara nasional mulai mengalami deklinasi. Per 21 Agustus, rerata harga beras medium di Zona 1 terdapat penurunan 0,32 persen dibandingkan seminggu sebelumnya. Sementara Zona 2 dan 3 masing-masing menurun 0,74 persen dan 3,59 persen. HNFA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *