NFA Gunakan Data BPS sebagai Rujukan, Kerja Sama Diperkuat

Jakarta, (11/9) – Dalam rangka menjaga stabilitas pangan dan memastikan ketersediaan pasokan, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) dan Badan Pusat Statistik (BPS) kembali menegaskan sinergi yang telah terjalin kuat antara kedua lembaga. Keterbukaan informasi dan kolaborasi yang erat menjadi kunci utama dalam upaya perumusan kebijakan pangan nasional yang tepat sasaran. Kedua pihak sepakat untuk terus memperkuat koordinasi dan memastikan data yang digunakan sebagai rujukan adalah data yang akurat, valid, dan relevan dengan kondisi di lapangan.

Kepala NFA Arief Prasetyo Adi menegaskan bahwa NFA adalah lembaga yang menjunjung tinggi data sebagai panduan utama dalam perumusan kebijakan pangan nasional. Baginya, BPS yang merupakan lembaga statistik pemerintah, menjadikannya sebagai rujukan rujukan utama yang sah dan terpercaya.

“Tidak ada keraguan sedikit pun dari Badan Pangan Nasional terhadap data BPS. Kami memandang data BPS merupakan pondasi yang kokoh untuk mengambil keputusan strategis, termasuk dalam hal neraca pangan nasional,” ujar Arief.

Ia menambahkan bahwa NFA dan BPS memiliki pandangan yang sama terkait data untuk saling melengkapi dan tidak bertentangan. NFA memiliki tugas untuk memastikan bahwa data yang menjadi acuan telah relevan dengan kondisi riil di lapangan.

Oleh karena itu, selain mengacu pada data BPS, NFA secara proaktif melakukan pengamatan terhadap fakta-fakta lapangan terkait pangan pokok strategis. Ini mencakup seperti ketersediaan pasokan, dinamika harga, serta berbagai tantangan yang dihadapi mulai dari petani di hulu sampai konsumen di hilir.

“Upaya kami untuk melihat langsung kondisi di lapangan adalah bagian dari tugas kami untuk melakukan ‘check and balance’ data, memastikan bahwa angka-angka yang menjadi acuan sudah relevan dengan kondisi riil yang dirasakan oleh masyarakat. Hal ini merupakan bentuk sinergi atau kolaborasi, bukan bentuk keraguan,” kata Arief.

Secara terpisah, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa data produksi beras yang dirilis BPS berasal dari dua sumber data, yaitu Survei Kerangka Sampel Area (KSA) dan Survei Ubinan.

Survei KSA merupakan metodologi pengamatan langsung fase tumbuh padi beserta foto yang didata dengan menggunakan moda CAPI (Computer- Assisted Personal Interviewing) di 280.089 titik amatan di seluruh Indonesia. Dari Survei KSA diperoleh estimasi luas panen serta luas fase tumbuh padi. Sedangkan survei ubinan merupakan survei lapangan untuk mengukur tingkat produktivitas padi.

“BPS selalu berupaya menyajikan data yang akurat dan terkini. Kami secara rutin turun ke lapangan memutakhirkan data luas panen dan produksi padi, merekam berbagai kondisi, termasuk dampak hama, penyakit, dan faktor cuaca terhadap luas panen dan produksi padi,” jelas Amalia.

Ia juga menyatakan keterbukaan BPS untuk berdiskusi lebih dalam dengan NFA agar pemahaman data menjadi menyeluruh, dan pengambilan kebijakan bisa lebih tepat. Melalui sinergi ini, NFA dan BPS berkomitmen untuk terus bekerja sama mewujudkan ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan, dengan mengedepankan akurasi data serta pemahaman atas kondisi lapangan dan kondisi riil di masyarakat. HNFA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *