MALANG – Kegiatan Pembekalan Sertifikasi Profesi Penyuluh Pertanian Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur, yang diselenggarakan di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, menghadirkan salah satu materi penting tentang peran strategis pengkajian (kaji terap) dalam mendukung pelaksanaan tugas penyuluh pertanian di lapangan. Kegiatan yang dilaksanakan 6-10 Oktober 2025 ini diikuti oleh 35 penyuluh pertanian dari berbagai kecamatan di Kutai Barat, dengan pendampingan langsung oleh widyaiswara BBPP Ketindan yang berpengalaman dalam bidang pelatihan dan pengembangan kompetensi penyuluh.
Widyaiswara BBPP Ketindan, Dewi Melani, dalam sesi pembekalan menyampaikan bahwa pengkajian merupakan salah satu kemampuan inti yang wajib dimiliki oleh seorang penyuluh pertanian profesional.
“Pengkajian adalah proses ilmiah dan sistematis untuk menemukan solusi terhadap permasalahan pertanian di lapangan. Melalui kaji terap, penyuluh tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga mampu membuktikan dan menguji inovasi teknologi secara langsung bersama petani,” jelas Dewi.
Ia menambahkan bahwa kemampuan melakukan pengkajian membantu penyuluh memahami akar masalah di lapangan, seperti produktivitas yang rendah, serangan organisme pengganggu tanaman, atau penggunaan pupuk yang tidak efisien. Hasil kajian tersebut kemudian dapat menjadi dasar rekomendasi teknologi spesifik lokasi bagi petani binaan.
“Penyuluh harus menjadi jembatan antara hasil riset dan kebutuhan petani. Tanpa kemampuan mengkaji, penyuluh hanya menjadi komunikator; padahal, kita ingin penyuluh menjadi problem solver di lapangan,” imbuhnya.
Melalui pengkajian, penyuluh juga dapat mendukung berbagai program strategis nasional di bidang pertanian, seperti peningkatan produktivitas, efisiensi usaha tani, dan penerapan teknologi inovatif yang berbasis data serta hasil kajian lapangan yang terukur.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa penyuluh pertanian memegang peranan vital dalam mentransfer inovasi dan memastikan program pemerintah berjalan efektif hingga ke tingkat petani.
“Penyuluh adalah ujung tombak pembangunan pertanian. Mereka bukan hanya pengantar informasi, tetapi juga agen inovasi yang membantu petani menyelesaikan masalah di lapangan,” ujar Mentan Amran.
Ia menambahkan bahwa kemampuan penyuluh melakukan kajian dan uji teknologi sangat penting di era modern ini, terutama ketika sektor pertanian dihadapkan pada tantangan perubahan iklim, keterbatasan lahan, dan fluktuasi harga input.
“Kita dorong penyuluh untuk terus belajar, menguasai teknologi, dan berani mengkaji. Semua kebijakan dan inovasi hanya akan berhasil jika ada penyuluh yang mampu menerjemahkan dan menguji penerapannya di lapangan,” tambah Amran.
Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Idha Widi Arsanti menjelaskan bahwa penguatan kompetensi penyuluh melalui pelatihan dan sertifikasi profesi merupakan langkah strategis dalam mewujudkan SDM pertanian unggul dan profesional.
“Sertifikasi bukan sekadar formalitas, tetapi bentuk pengakuan terhadap kemampuan penyuluh dalam memecahkan masalah nyata di lapangan. Melalui pengkajian, penyuluh belajar menganalisis masalah, merumuskan hipotesis, dan menguji solusi teknologi yang ssuai kondisi lokal,” jelas Santi.
Ia juga menegaskan bahwa BPPSDMP terus memperkuat program pelatihan berbasis learning by doing, di mana penyuluh tidak hanya belajar teori, tetapi juga melakukan praktik langsung di lahan percontohan, termasuk melalui penerapan teknologi low cost smart farming di balai pelatihan seperti BBPP Ketindan.
“Kami ingin penyuluh menjadi pionir perubahan. Mereka harus bisa membaca data, mengkaji teknologi, dan memberi rekomendasi yang akurat untuk petani. Inilah esensi dari sertifikasi profesi penyuluh pertanian,” tegasnya.
Program pembekalan sertifikasi profesi di BBPP Ketindan menjadi momentum penting bagi penyuluh Kutai Barat untuk memperkuat kompetensi sekaligus memperluas wawasan. Dengan semangat pengkajian, para penyuluh diharapkan mampu menjadi penggerak perubahan di tingkat lapangan mengubah cara bertani yang konvensional menjadi lebih inovatif, efisien, dan berbasis teknologi. Dewi Melani*