BANYUWANGI – Di tengah tantangan modernisasi dan perubahan pola konsumsi masyarakat, hadir sebuah usaha lokal yang membawa semangat baru dalam dunia pertanian. Mulia Tani, yang digagas oleh Hanggari Regina Kapurini, menjadi pionir konsep pertanian terpadu (integrated farming) di Desa Buluagung, Kecamatan Siliragung, Banyuwangi.
Mulia Tani menggabungkan budidaya tanaman, pengolahan hasil panen, hingga pemasaran produk olahan dalam satu sistem terintegrasi. Komoditas yang dikelola meliputi buah naga, padi, ketan putih, kopi, hingga sayuran lokal. Tidak berhenti pada panen segar, hasil pertanian juga diolah menjadi produk bernilai tambah seperti krupuk kromoleo, mie buah naga, beras kemasan, kopi bubuk bermerek Romo Gayeng, hingga camilan khas yang kini menjadi unggulan sale pisang barlin.
Produk sale pisang barlin ini dibuat dari pisang hasil panen petani lokal yang sebelumnya sering tidak terserap pasar. Melalui proses penjemuran di greenhouse, sale pisang barlin memiliki kualitas lebih higienis, tahan lama, serta mempertahankan rasa manis alami. Tak hanya itu, kulit pisang dimanfaatkan sebagai pembenah tanah, sejalan dengan prinsip zero waste farming yang diterapkan Mulia Tani.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman di berbagai kesempatan seringkali mengatakan kekuatan sektor pertanian Indonesia tidak hanya terletak pada kemampuan memproduksi, tetapi juga pada menciptakan nilai tambah melalui pengolahan, inovasi, dan pengembangan industri hilir.
“Hilirisasi merupakan kunci transformasi pertanian kita. Kalau ini bisa kita lakukan dalam 10 tahun ke depan, dengan komitmen kuat, maka Indonesia bisa menjadi negara superpower,” tegasnya.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Idha Widi Arsanti, juga menyatakan bahwa peningkatan kualitas hasil pertanian dan ekonomi petani, sangat berkaitan dengan pengolahan hasil pertanian sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah produk.
Sejalan dengan itu, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi, Ilham Juanda, juga mengungkapkan bahwa inovasi lokal seperti yang dilakukan Mulia Tani akan memperkuat daya saing daerah.
“Ketika komoditas seperti pisang diolah menjadi produk bernilai tambah, manfaat ekonominya jauh lebih luas bagi petani maupun desa,” ungkapnya.
Sementara itu, pendiri Mulia Tani, Hanggari Regina Kapurini pada Kamis (30/10/2025) menuturkan, ide pembuatan sale pisang barlin lahir dari keinginan untuk mengurangi kerugian pascapanen sekaligus membuka peluang usaha baru bagi masyarakat sekitar.
“Sale pisang barlin bukan hanya camilan tradisional, tetapi sudah kami kemas modern sehingga cocok menjadi oleh-oleh khas Banyuwangi. Dengan kemasan menarik dan higienis, kami ingin menjangkau pasar yang lebih luas,” jelas Hanggani.
Kini, sale pisang barlin tidak hanya dipasarkan di sekitar Banyuwangi, tetapi juga merambah pasar luar daerah melalui media sosial dan platform e-commerce. Hal ini membuka akses lebih luas bagi wisatawan maupun konsumen di kota-kota besar yang ingin menikmati cita rasa khas Banyuwangi.
Dengan strategi pemasaran digital, inovasi pengemasan, serta dukungan pemerintah pusat dan daerah, Mulia Tani optimistis sale pisang barlin akan terus berkembang menjadi ikon oleh-oleh Banyuwangi. Lebih dari itu, keberhasilan ini menjadi bukti nyata bahwa pertanian terpadu dapat memberi dampak ekonomi signifikan bagi petani lokal sekaligus memperkuat posisi Banyuwangi di pasar nasional. Laila Nuzuliyah*


 
																				










