Tujuan PSR (Peremajaan Sawit Rakyat) adalah untuk meningkatkan produktivitas sawit rakyat dengan mengganti tanaman tua atau tanaman yang menggunakan benih illegitim dengan tanaman unggul yang produktivitas tinggi. “Karena itu benih kelapa sawit yang digunakan dalam PSR harus benar dan baik. Pemerintah akan memaksimalkan fungsi pengawasan benih supaya tujuan ini tercapai. SNI mensyaratkan kontaminasi maksimal 2%,” kata Saleh Mokhtar, Direktur Perbenihan, Ditjen Perkebunan.
Permasalahan pengawasan peredaran benih kelapa sawit adalah ditenggarai masih terjadi peredaran benih kelapa sawit ilegitim di lapangan meskipun dbanding periode lalu jumlahnya sekarang sudah jauh berkurang. Mutu benih siap salur yang dihasilkan penangkar juga masih beragam karena rendahnya kompetensi mereka.
Lembaga sertifikasi/penilaian kesesuaian mutu benih juga belum terakreditasi baik UPTD Provinsi maupun UPT Pusat. SDM pengawas benih tanaman dan PPNS di provinsi juga dan kabupaten juga terbatas. Anggaran untuk pengawasan peredaran benih, penguatan lembaga produksi dan lembaga pengawasan benih perkebunan juga terbatas.
Pengawasan mutu dan peredaran benih kelapa sawit sangat diperlukan sebab benih merupakan segitigas emas faktor penentu keberhasilan peningkatan produkstivitas bersama pupuk dan GAP. Untuk memastikan petani menanam benih sawit yang benar dan baik sehingga ketika memupuk dan menerapkan GAP produktivitas naik dan kesejahteraan petani meningkat.
Melalui pengawasan rantai pasok benih dari produsen sampai ke petani pemerintah ingin memberikan jaminan dana yang digunakan baik sumbernya dari BPDPKS, kredit bank atau modal sendiri tepatsasaran. PKS yang akan mendapat manfaat terbesar SNI benih sawit mensyaratkan rendemen lebih dari 23%.
“Proses produksi benih kelapa sawit mulai dari penetapan pohon induk sampai jadi benih siap salur sangat panjang. Di setiap tahapan bisa saja terjadi kontaminasi. Karena itu setiap komponen perbenihan harus menjalankan disiplin dengan ketat sesuai kapasitasnya,” kata Saleh.
Upaya yang dilakukan Ditjenbun untuk memperkuat penyediaan benih kelapa sawit adalah dengan meminimalisir peredaran kecambah illegitim melalui penerbitan Surat Persetujuan PenyaluranBenih Kelapa Sawit. Untuk kebutuhan pekebunn kecil bagi perseroangan maksimal 1.000 kecambah dan kelompok tani 5.000 kecambah produsen harus mengajukan Surat Permohonan Permintaan Benih Kelapa Sawit ke Dirjenbun. Sedang perkebunan besar diatas 200.000 kecambah mengajukan ke Dirjenbun. Di bawah itu permohonan diajukan ke dinas perkebunan provinsi/kabupaten.
Tahun 2011-2020 kecambah yang tersalur 1,04 miliar butir atau setara replanting seluas 5.19 juta ha.Sampai Maret 2021 SP2BKS yang sudah diterbitkan Ditjenbun mencapai 24 pemohon denganvolume kecambah yang disetujui 37.520.500 butir, 2.809.500 butir teralokasi untuk produsen pembesaran. “Sampai saat ini permohonan SP2BKS ke meja saya berdatangan terus terutama untuk PSR. Ini merupakan salah satu upaya supaya pekebun mendapat benih yang baik dan benar,” katanya.
Pahala Sibuea, Ketua Umum POPSI menyatakan saat ini yang penting bagaimana pengawasan di pembibitan dan penanaman. Dinas perkebunan dan produsen benih diminta untuk membimbing penangkar dan petani yang melakukan pembibitan sendiri.
Sulaeman HA Loeloe, Sekjen Apkasindo Perjuangan menyatakan berdasarkan pengalaman sering ada masalah di penangkar yaitu benihnya tercampur antara yang legitim dan ilegitim. Karena itu pengawasan ketat harus dilakukan di penangkar. Selain itu asosiasi petani juga minta dilibatkan dalam penangkaran benih.
M Darto Sekjen SPKS menyatakan kalau petani peserta PSR masih kesulitan mendapatkan benih dan ternyata masih ada yang menanam benih ilegitim berarti ada masalah dalam sistimnya. Solusinya ketika pemberkasan langsung tunjuk produsen kecambah mana saja yang bertanggung jawab pada areal itu.
Selanjutnya dana untuk benih disalurkan pada produsen kecambah dan mereka yang menyiapkan sampai benih siap salur. Produsen benih juga diminta melakukan pendampingan pada petani sebab mereka lebih berpengalaman dibanding surveyor misalnya.
Herry Susanto, Ketua Umum JAPSBI menyatakan PSR yang melibatkan perusahaan sebagai offtaker seharunya melibatkan perusahaan juga untuk penyiapan benih. Offtaker sangat berkepentingan supaya petani menggunakan benih unggul. Humas Ditjenbun