JAKARTA – Regulasi sistem sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) terus disempurnakan seiring tuntutan pasar minyak nabati global. Penyempurnaan itu termasuk sistem rantai pasok hinggi produk akhir.
Demikian dikatakan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Dedi Junaedi dalam webinar Indonesian Palm Oil Smallholder Conference II (IPOSC) yang diselenggarakan Media Perkebunan beberapa waktu lalu.
Program sertifikasi Indonesia sustainable palm oil kini sudah memasuki tahun ke-10 sejak diluncurkan secara resmi pada 2011. Regulasi berbagai prinsip dan kriteria dalam ISPO pun terus disempurnakan seiring dengan perkembangan dan tutuntan pasar intrnasional. “Ini mau tidak mau harus kita ikuti perkembangan dan tuntutan pasar yang ada,” ujar Dedi.
Apalagi, lanjut Dedi, sekitar 70 persen lebih produk sawit diekspor ke pasar global. Sehingga peran ISPO pun terus diperkuat dengan mempeRtimbangkan berbagai permasalahan dan tantangan yang ada.
Pemerintah pun mengeluarkan regulasi baik berupa Peraturan Menteri maupun Peraturan Presiden seperti Permentan No. 11 Tahun 2015 yang ditingkatkan menjadi Perpres No. 44/2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dan dioperasionalkan ke dalam Permentan No. 38/2020.
Menurut Dedi, peran pekebun sawit rakyat sangat penting mengingat terdapat 41 persen atau 6,72 juta hektar (Ha) dari 16,3 juta Ha luas perkebunan sawit di Indonesia. Kondisi ini juga sangat strategis apalagi dengan kebijakan pemerintah terkait moratarium pengembangan sawit. Sehingga pengembangan kelapa sawit difokuskan kepada peningkatan produktivitas dan sertifikasi. Humas Ditjenbun