Bahan pokok pangan sebagian besar penduduk Indonesia saat ini masih sangat bergantung dengan beras, namun tidak menutup kemungkinan dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan kebutuhan pangan yang terus meningkat, pada beberapa tahun yang akan datang Indonesia bahkan dunia akan mengalami kelangkaan bahan pangan jika tidak mengembangkan bahan pangan lain. Sagu merupakan komoditas pertanian khususnya perkebunan sangat berpotensi menjadi bahan pangan substitusi beras yang strategis sebagai salah satu sumber karbohidrat.
Demi menjawab krisis pangan dunia, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan terus melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan sagu hingga mendorong produk turunannya. Saat ini Ditjen Perkebunan sedang mematangkan salah satu konsep program unggulan terkait pengembangan sagu ini yang diberi nama “SAGUNESIA”, Sagu untuk Indonesia. Untuk itu beberapa waktu lalu Tim Ditjen Perkebunan dan UNPAD telah melakukan kunjungan bersama ke beberapa lokasi pengembangan sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau yang dinilai cukup berhasil mengelola sagu dari hulu sampai hilir. Salah satu pusat pengolahan sagu yang dikunjungi yaitu di Desa Sungai Tohor Kecamatan Tebing Tinggi Timur Kabupaten Kepulauan Meranti.
Kunjungan ini dilakukan dalam rangka meninjau secara langsung dan berdiskusi dengan petani, pengusaha kilang sagu dan penurus koperasi pengelola pabrik pengolahan sagu basah menjadi tepung kering. Dibawah pengelolaan Koperasi Produsen Sentra Sagu Terpadu yang diketuai oleh Bp. Abdul Manan ini sungai tohor telah dapat menampung dan mengolah sagu-sagu basah dari 17 kilang-kilang masyarakat sekitar dan menghasilkan rata-rata 7,5 ton tepung kering per hari untuk pemenuhan pasar domestik dan ekspor ke Malaysia. Dengan beroperasionalnya pabrik sentra sagu terpadu ini nyata-nyata telah memberikan dampak positif dimasyarakat yaitu harga sagu basah dan tual dari petani mulai layak dan bahkan cendering stabil bagus serta berhasil memutus mata rantai sistem ijon khususnya diwilayah kecamatan Tebing Tinggi Timur ini yang dinilai sangat merugikan petani. Harga sagu basah saat ini telah mencapai Rp. 3.000,- sampai dengan Rp. 3.500,- dan harga tual yang semula hanya Rp. 30.000,- sampai Rp. 35.000, – saat ini telah mencapai Rp. 65.000,- per tual ukuran 43 Inci dengan hasil rata-rata sagu basah pertual 35-40 Kg. Harga tepung kering juga mengalami sedikit kenaikan yaitu dari Rp. 9.000,- saat ini rata-rata mencapai Rp. 10.000,- / kg. Hal ini tentunya berdmpak baik bagi kesejahteraan petani pekebun dan masyarakat pengusaha kilang-kilang sagu basah. Dengan meningkatnya pemanfaatan sagu beserta produk turunannya, tentunya akan berdampak besar bagi pendapatan para petani sagu dan pelaku usaha perkebunan, termasuk pendapatan negara dan pastinya membantu mengatasi krisis pangan dunia. Ketua Koperasi yang didampingi oleh Kepala Desa Sungai Tohor dan Sekretaris Camat Tebing Tinggi menyampaikan bahwa masih ada potensi pengembangan sagu disini, kurang lebih 10.390 ha dari pelimpahan HGU PT. Lum yang diserahkan ke masyarakat sejak tahun 2016 dan baru dimanfaatkan sekitar 20% untuk tanaman sagu.
Pada kesempatan ini didampingi oleh Petugas Disperindag Kabupaten Kepulauan Meranti, Tim sagu Ditjenbun juga mengunjungi dan berdiskusi dengan para IKM dan UMKM penggiat sagu diantaranya pengusaha Mi Sagu kemasan (Instan tanpa pengawet), Beras analog sagu serta pengrajin kue sagu untuk mendapatkan informasi seberapa besar kebutuhan tepung sagu yang mereka bisa serap dan berapa potensi pasar olahanya serta membantu memberikan solusi atas kendala-kendala yang ada.
Kunjungan di Pabrik Sentra ini Tim Ditjen Perkebunan dan UNPAD didampingi oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jambi serta Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Meranti.
Dari kunjungan ini diharapkan tim mendapatkan masukan yang positif untuk perbaikan konsep program “SAGUNESIA” yang sedang disusun serta dalam jangka pendeknya tim mendapatkan bahan-bahan petimbangan perbaikan kebijakan pengembangan sagu yang selama ini telah dilaksanakan oleh Ditjen Perkebunan sejak tahun 2013 dilokasi sentra-sentra produksi sagu lainnya seperti Papua dan Papua Barat.
Menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kepulauan Meranti, Ifwandi, Sagu merupakan iconic Kepulauan Meranti di kanca nasional bahkan internasional, makin dikenal dan dilirik disemua elemen masyarakat. Kepulauan Meranti dikenal karena keberhasilannya dalam mengelola sektor sagu. Kepulauan ini merupakan penyumbang sagu terbesar, bahkan dalam kurun waktu setahun sudah bisa menghasilkan 250 ribu ton sagu dan melakukan ekspor keberapa negara, dengan luas lahan yang ditanami sekitar 39 ribu hektar.
Pada kesempatan yang berbeda, Direktur Jenderal Perkebunan, Andi Nur Alam Syah mengatakan, agar kebun yang ada saat ini bisa memenuhi kebutuhan pangan, perlu memperkuat teknologi supaya dapat menghasilkan produksi dan produktivitas yang berkualitas dan bernilai tambah. “Diharapkan sagu dapat dikembangkan secara luas dan sebagai motor penggerak perekonomian negara,” ujar Andi. Humas Ditjenbun