Pengklasifikasian Benih Tanaman Untuk Jaminan Mutu dan Peningkatan Produksi serta Produktivitas

Berita, Perkebunan28 Dilihat

Oleh:

Saipulloh, SP, M.Si dan Drs. Nono Suharyono

Kontribusi benih unggul bersertifikat dalam peningkatan produksi dan produktivitas tanaman. Selain itu juga, dapat meningkatkan mutu produk serta sebagai sarana pembawa teknologi dari pemulia tanaman (Plant Breeding) yang telah merakit sifat-sifat unggul dari tanaman sampai ke tingkat pengguna (petani). Benih juga merupakan komoditas agribisnis, sehingga mampu bersaing memenuhi tuntutan pasar yang semakin berkembang.

Agar benih yang diproduksi tersedia mencukupi, maka dalam proses produksinya harus diawasi sesuai prosedur atau ketentuan yang berlaku. Perencanaan produksi benih, baik jumlah maupun jenis varietas atau klon perlu dilakukan dengan tepat sesuai dengan kebutuhan petani. Hal ini dapat berpedoman pada kriteria 5 (lima) tepat yaitu: tepat jenis, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, dan tepat harga.

Dalam sistem sertifikasi benih di Indonesia, khususnya benih tanaman semusim (annual plant) diklasifikasikan menjadi empat kelas benih, yaitu benih penjenis (BS), benih dasar (BD), benih pokok (BP) dan benih sebar (BR). Khusus pengistilahan untuk komoditas tebu jenjang kebun yaitu benih tebu konvensional, meliputi: Kebun Bibit Pokok Utama (KBPU), Kebun Bibit Pokok (KBP), Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI) dan Kebun Bibit Datar (KBD). Dengan pengkelasan benih ini, diharapkan jumlah benih yang cukup untuk dipergunakan secara massal sampai ke tingkat petani dengan tetap mempertahankan mutu dan sifat-sifat unggul yang telah dirakit oleh pemulia tanaman. Sehingga fungsi benih sebagai pembawa inovasi teknologi dapat tercapai bila benih bermutu dalam jumlah yang cukup sampai ke petani

Perbedaan kelas benih berdasarkan varietas atau klon yang sama tidak berpengaruh terhadap karakter agronomi tanaman, komponen hasil, dan densitas benih. Benih bermutu akan menghasilkan bibit yang sehat, menghasilkan perkecambahan (viabilitas) dan pertumbuhan yang seragam, benih yang baik dapat tumbuh lebih cepat dan vigor. Menurut Sadjad (1997) bahwa viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah benih atau daya tumbuh benih. Viabilitas benih merupakan daya kecambah benih yang dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme atau gejala pertumbuhan. Selain itu, daya kecambah juga merupakan tolok ukur parameter viabilitas potensial benih. Menurut ISTA (2007) istilah vigor diartikan sebagaimana sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah. Vigor adalah suatu indikator yang dapat menunjukan bagaimana benih tumbuh pada kondisi lapang yang bervariasi. Vigor merupakan gabungan antara umur benih, ketahanan, kekuatan, dan kesehatan benih yang diukur melalui kondisi fisiologinya.

Mutu benih dikelompokkan menjadi 3 jenis. Jenis mutu genetik dengan terjaminnya turunan benih sesuai varietas atau klon yang sesuai induknya, tidak tercampur dengan varietas atau klon lainnya. Jenis mutu fisik berarti tidak tercampur dengan biji gulma atau biji tanaman lain, berukuran penuh atau bernas dan seragam. Jenis mutu fisiologis dinyatakan dengan daya kecambah dan vigor yang tinggi. Menurut Sadjad (1993) bahwa mutu benih terdiri dari mutu fisik, mutu genetik, dan mutu fisiologi. Benih bermutu fisik tinggi menunjukkan keseragaman dalam bentuk, ukuran, warna, dan berat per jumlah atau volume. Salah satu indikator benih bermutu adalah memiliki viabilitas dan vigor yang baik.

Benih unggul bersertifikat dalam peredarannya di lapangan harus diawasi untuk menjamin mutu benihnya, sehingga petani tidak dirugikan dalam kegiatan budidayanya. Kegiatan sertifikasi benih memiliki tujuan utama untuk mempertahankan mutu benih sehingga tidak menurunkan mutu genetik, hal ini karena mutu genetik yang menurun sudah diantisipasi dengan pemeriksaan yang berulang disetiap fase proses sertifikasi, persyaratan lahan, isolasi dan benih sumber serta mutu lainnya. Oleh karena itu, dalam rangka menghasilkan benih unggul bermutu diperlukan upaya-upaya dan strategi yang perlu dilakukan antar pihak terkait secara bersinergi. Dengan demikian, akan terpenuhinya target pemenuhan kebutuhan maupun penyediaan benih agar akses petani kepada benih unggul bermutu menjadi lebih mudah dan tepat. Diharapkan hal ini juga dapat menambah khazanah pengetahuan kepada petugas dan para pihak yang menangani aspek perbenihan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *