Jakarta – Perbaikan Tata Kelola Sawit tidak hanya menjadi tanggungjawab satu kementerian/lembaga saja, masing-masing kementerian yang terkait harus saling menguatkan dan ada konektivitasnya.
Hal ini ditegaskan Kepala Pusat Studi Sawit Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, menanggapi peliknya tantangan tata kelola sawit saat ini.
“Tantangan terbesar di kita (Indonesia) ini, masing-masing sektor sebaiknya tidak over sektoralism, perlunya pengoptimalan yang lebih efisien termasuk pada tata kelola sawit,” ujar Budi Mulyanto, Senin (25/3/2024).
Budi menilai, kementerian/lembaga mempunyai aturan masing-masing dan membangun sistem perizinan sesuai ketentuan yang berlaku dan melihat kondisi dilapangan.
Menurut Budi, selama masing-masing kementerian/lembaga maupun pemerintah pusat dan daerah, saling mengunci satu sama lain, maka tantangan tata kelola sawit belum bisa terselesaikan, sehingga perlu koordinasi dan komunikasi yang baik antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
Sebenarnya, lanjut Budi, kementerian sudah membuat norma, standar, pedoman, dan kriteria, namun belum sepenuhnya dilaksanakan daerah karena pemerintah daerah merasa mempunyai otonomi, sehingga banyak ketentuan dari pemerintah pusat belum dijalankan di daerah atau sebaliknya.
“Dengan kondisi begitu tidak bisa menyalahkan salah satu kementerian atau lembaga saja, karena ini menyangkut sistem yang harus dibereskan, terutama di level pelaksana pemda,” tukas Budi.
Hal yang penting lagi, lanjut Budi, sistem itu dibuat didasarkan pemanfaatan yang berimbang dan efisien, harusnya bisa berjalan, bisa saling menguatkan. “Jadi harus ada konektivitas dalam kebijakan dan harus ada koordinasi,” tandasnya.
Menurut Budi, harus ada ketegasan dalam menyelesaikan tata kelola sawit sehingga masing-masing kementerian/lembaga tidak lagi saling mengunci pada aturan yang dibuat sendiri dan tidak memihak.
Pemerintah salah satunya Kementerian Pertanian terus berupaya mencari solusi strategis untuk berbagai tantangan yang dihadapi industri kelapa sawit termasuk pekebun sawit, terutama dari segi penguatan pembinaan dan kebijakan mekanisme perizinan berusaha sesuai ketentuan yang berlaku.
Sesuai Undang-Undang Nomor 39 th 2014 tentang Perkebunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, penerbitan izin usaha perkebunan diberikan oleh gubernur untuk wilayah lintas kabupaten/kota, bupati/wali kota untuk wilayah dalam suatu kabupaten/kota. Sedangkan dalam hal lahan usaha perkebunan berada pada wilayah lintas provinsi, izin diberikan oleh Menteri. Untuk itu pembinaan usaha Perkebunan dilakukan oleh masing-masing pemberi izin sesuai kewenangan.
Pembinaan dan pengawasan usaha Perkebunan terus dilakukan secara kontinyu dengan koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, sekaligus kroscek dan sinkronisasi data penerbitan surat tanda daftar budi daya (STDB) untuk Perkebunan rakyat maupun pelaporan mandiri Perusahaan Perkebunan melalui Sistem Informasi Perizinan Perkebunan (Siperibun). Di Siperibun semua data perizinan usaha Perkebunan secara nasional sudah terintegrasikan.
Menurut Budi, “Agar koordinasi bisa berjalan harus saling bersinergi dan menjalankan sesuai tusinya, tak hanya dipusat, tapi juga ditingkat pemda, karena pemda pelaksananya,” tegasnya. Humas Ditjenbun