Peran Benih Unggul Bermutu Bidang Pertanian

Berita, Perkebunan64 Dilihat

Oleh :

Saipulloh, SP, M.Si (Pengawas Benih Tanaman, Ditjen Perkebunan)

dan

Drs. Nono Suharyono (Pranata Humas Ahli Madya, Ditjen Perkebunan)

Untuk mendapatkan produktivitas dan produksi yang tinggi, usaha budidaya tanaman harus dimulai dari penggunaan benih unggul bermutu. Pengadaan benih unggul agar memenuhi 5 (lima) kriteria tepat yaitu; tepat jenis, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu dan tepat harga.

Peningkatan jumlah dan mutu benih perlu diperhatikan untuk menjamin pengadaan bahan tanaman dalam usaha budidaya. Benih merupakan faktor penting, bersama dengan sarana produksi lainnya seperti pupuk, air, cahaya, dan iklim yang menentukan tingkat keberhasilan usaha tani yang dilakukan. Meskipun tersedia sarana produksi lain yang cukup, tetapi bila digunakan benih bermutu rendah maka akan menghasilkan produktivitas dan produksi yang rendah. Sampai saat ini penggunaan benih unggul bermutu masih sangat terbatas, hal ini disebabkan karena kurang tersedia atau akses yang terbatas terhadap benih unggul.

Penyediaan benih unggul dilakukan dengan melalui pemanfaatan pohon induk, pemilihan lokasi produksi pemeliharaan kebun induk, waktu, dan pelaksanaan panen, cara pengeringan, penyimpanan, dan sertifikasi/pengawasan mutu.

Pembentukan benih merupakan proses yang dimulai dari pembungaan dan berakhir dengan masaknya benih. Proses polinasi, fertilisasi, dan pembentukan embrio merupakan alur reproduksi yang penting dalam pembentukan benih, sampai dengan saat masak fisiologis, benih mencapai vigor maksimum. Menurut Delouche (1980) setelah masak fisiologis, benih akan mengalami kemunduran viabilitas, laju kemunduran ini dapat dikendalikan tergantung pada kondisi penyimpanan (periode konservasi).

Benih merupakan input yang penting dalam sistem produksi dan kualitas benih sangat berpengaruh terhadap penampilan dan hasil. Pada tanaman tahunan, benih merupakan bahan dalam perbanyakan. Walaupun tanaman tahunan dapat diperbanyak secara vegetatif, pada beberapa komoditas masih menggunakan benih sebagai batang bawah. Beberapa klon/spesies menunjukkan penampilan yang lebih baik apabila dilakukan sambung pucuk.

Produksi benih pada lingkungan yang optimal sesuai dengan persyaratan tumbuh, dapat meningkatkan produksi dan mutu. Untuk tanaman yang penyerbukannya memerlukan bantuan serangga, hadirnya serangga sangat diharapkan agar diperoleh hasil yang optimal. Secara singkat, menurut Sukarman et al. (1997) produksi benih dapat berhasil, selain mempertimbangkan faktor genetik, juga harus dipertimbangkan faktor-faktor lainnya seperti lokasi produksi benih, iklim, serangga penyerbuk, isolasi, tersedianya tenaga yang terampil, serta sistem transportasi yang memadai.

Penanganan benih harus sesuai dengan kaidah dan karakteristik masing-masing jenis benih. Kelalaian dalam penanganan benih akan berakibat cepat menurunnya bahkan sampai dengan matinya benih. Penanganan benih mencakup kegiatan pemanenan, pengeringan, pemilihan, perlakuan benih, pengemasan dan penyimpanan. Melalui penanganan yang optimal, mutu fisiologis benih dapat dipertahankan.

Untuk mendapatkan benih yang bermutu, hal yang perlu diperhatikan adalah sumber benihnya. Sumber benih dapat diperoleh dari varietas unggul hasil pemuliaan, introduksi, varietas lokal hasil seleksi keragaman plasma nutfah maupun hasil radiasi. Menurut Sukarman et al. (1997) pohon induk sebagai sumber benih harus mempunyai keunggulan komparatif yang secara umum mempunyai ciri-ciri diantaranya produksi tinggi, toleran terhadap hama penyakit utama, daya adaptasi luas, cita rasa yang sesuai keinginan konsumen, cepat berproduksi, dan mempunyai tipe tanaman yang diinginkan.

Lingkungan tumbuh yang sesuai merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan lokasi produksi. Kesalahan dalam penentuan lokasi akan berakibat turunnya produksi dan mutu bahkan sampai gagalnya tanaman tersebut untuk berproduksi. Oleh karena itu pemusatan produksi pada spesifik lokasi sangat dianjurkan. Lokasi untuk produksi benih hendaknya dilakukan pada lahan yang sesuai dengan persyaratan tumbuh dari tanaman tersebut.

Menurut Sadjad (1980), untuk memperoleh benih yang bermutu tinggi dan seragam, perlu diketahui saat panen yang tepat. Penentuan kemasakan dapat didasarkan pada warna buah, kekerasan buah, rontoknya buah/biji, pecahnya buah dan sebagainya, namun tolok ukur tersebut kurang obyektif. Tolok ukur yang obyektif untuk penentuan kemasakan benih dapat ditentukan berdasarkan bobot kering maksimum benih. Ditambahkan oleh Delouche (1983) bahwa saat masak fisiologis benih merupakan saat panen benih yang tepat, karena pada saat tersebut benih mempunyai bobot kering dan vigor yang maksimum.

Benih yang telah diproduksi dan akan ditanam pada musim tanam berikutnya perlu dilakukan proses penyimpanan guna mempertahankan mutu fisiologisnya sehingga tetap memiliki viabilitas dan vigor yang optimal. Selama periode simpan, benih akan mengalami kemunduran, yang kecepatan kemundurannya dipengaruhi oleh faktor genetik, mutu awal benih, kadar air dan suhu ruang simpan. Pada benih ortodoks, secara genetik akan mempunyai daya simpan yang lebih baik dibandingkan golongan benih rekalsitran atau semi rekalsitran, sedangkan benih rekalsitran, daya simpannya relatif singkat. Menurut Sukarman dan Rusmin (1999) untuk mempertahankan mutu fisiologis benih, benih harus disimpan dengan kadar air antara 20-30%, ruang simpan yang sejuk 15-20°C kelembaban tinggi (>70%), dan aerasi (ventilasi) yang baik.

Dalam memproduksi benih unggul bermutu yang mampu meningkatkan daya saing komoditas diperlukan upaya-upaya dan strategi yang mesti dilakukan antar pihak terkait secara bersinergi. Dengan demikian, terpenuhinya target pemenuhan kebutuhan maupun penyediaan benih merupakan aspek yang sangat penting agar akses petani kepada benih unggul bermutu menjadi lebih mudah. Diharapkan hal ini juga dapat menambah khazanah pengetahuan kepada petugas dan para pihak yang menangani bidang perbenihan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *