Kementerian Pertanian berkomitmen serius melakukan percepatan regenerasi petani. Seperti yang ditegaskan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) generasi milenial memiliki ciri berpikir strategis, inspiratif, inovatif, energik, antusias, dan fasih mengadopsi teknologi digital dalam beragam aspek bisnis sehingga diprediksi menjadi pembawa pembaruan dalam pembangunan pertanian. Syahrul berharap kaum muda bisa dimaknai sebagai benteng pembangunan pertanian, terutama dalam hal peningkatan ekspor pertanian.
“ Dengan kekayaan alam yang kita punya, sekarang tinggal bagaimana kita dapat menghadirkan kecerdasan mengolah itu” ungkap Syahrul.
Sementara Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi yang menjadi pembicara pada Millennial Agriculture Forum (MAF) menjelaskan tentang tema yang bertajuk Pengembangan Smart Urban Agriculture dan Manajemen Rantai Pasok dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Provinsi DKI Jakarta, Sabtu (7/11). Dedi memaparkan bahwa petani milenial itu cerdas, inovatif, cocok sekali mengelola smart urban agriculture.
Lebih lanjut Dedi menjelaskan bahwa Jakarta memiliki prospektif yang tinggi. Metode urban farming mempunyai potensi yang luar biasa untuk pembangunan pertanian. Populasi Jakarta yang padat berarti permintaan tinggi terhadap pangan. “Kalau teknologi dan pengelolaannya tepat pasti menguntungkan,” yakin Dedi.
Dedi menyambut baik kegiatan MAF yang menghadirkan narasumber dari akademisi, pemerintah, dan petani milenial di Jakarta yang tergabung dalam Jakpreneur. Narasumber tersebut adalah Guru Besar FEM Institut Pertanian Bogor Prof. Muhammad Firdaus, Kepala Pusat Pendidikan Pertanian Idha Widi Arsanti, Ketua Kelompok Usaha Tani New Garden Hydro Tebet La Ode Hardian, dan Ketua Kelompok Tani Kemang 02 Edy Purwanto.
Kepala Pusat Pendidikan Pertanian Idha Widi Arsanti menyampaikan alasan pemilihan materi optimalisasi peran Jakpreneur melalui smart urban agriculture ini merupakan salah satu upaya Kementen dalam melakukan percepatan regenerasi petani. “Bonus demografi 65 juta tenaga kerja produktif pada tahun 2028-2035, tentunya kita berharap bisa mengarahkan tenaga kerja produktif ini bekerja di sektor pertanian,” paparnya. Ia juga menjelaskan tentang mengubah mindset dengan pemanfaatan teknologi.
Salah satu narasumber yakni Prof. Firdaus menyampaikan prospek bisnis sayuran dan smart urban farming. “Pada saat dan pasca covid, hortikultura sangat prospektif, karena sebagai boost immunity, feel at home (menjadi hobi), pengembalian ekonomi yang tinggi, dan menyerap banyak tenaga kerja,” jelasnya. Ia menyampaikan ada dua hal sasaran perbaikan rantai pasok dalam urban farming, yaitu menurunkan kesenjangan harga di produsen dan mengurangi food losses di sepanjang rantai nilai.
Dari sisi Jakpreneur, Petani milenial dari Jakarta, La Ode Hardian yang juga Ketua Kelompok Usaha Tani New Garden Hydro yang berlokasi di Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan menyampaikan bahwa mereka mempunyai misi sosial yaitu pemberdayaan masyarakat khususnya anak-anak muda yang ada di Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan. “Kami konsisten mengubah perilaku anak-anak muda agar memiliki kegiatan yang produktif dan kreatif. Berkat program yang dinisiai Pemprov DKI Jakarta, dimulai dengan pengadaan 1 rak hidroponik. Alhamdulillah, saat ini kami memiliki 5000-an lubang tanam,” ungkap La Ode.
Ketua Kelompok Tani Kemang 02 Edy Purwanto menambahkan saat ini pihaknya mengelola hidroponik 200m² di Kawasan Kemang Jakarta Selatan, hidroponik dan budidaya ikan seluas 5.400m² di Sawangan Depok, dan pertanian konvensional seluas 10 hektar di Mega Mendung, Bogor. Ia bekerja sama dengan berbagai restoran dan swalayan di Jakarta untuk memasarkan produk. Edy membuktikan, tanpa latar belakang pendidikan pertanian pun tetap bisa menjadi agropreneur. “Bertani adalah pilihan, maka menjadi petani yang sukses harus penuh perjuangan.” tutup Edy pada paparannya. NURLELI