Gula Siwalan Sumenep Turut Sumbang Kebutuhan 11 Bahan Pokok

Perkebunan8 Dilihat

Untuk merealisasikan kemajuan pertanian, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) melalui Kementerian Pertanian akan terus mengawal 11 komoditas utama serta stabilisasi harga hulu ke gilir. Langkah ini penting dilakukan mengingat kebutuhan pangan adalah komoditas utama yang menjadi konsumsi masyarakat Indonesia.

“Kesebelas bahan pokok tersebut adalah beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai merah besar, cabai rawit, daging sapi, daging ayam, telur ayam, gula, dan minyak goreng,” kata SYL

Gula siwalan memang berbeda dengan gula tebu, tetapi gula siwalan juga mempunyai nilai tambah saat ini sebagai salah komoditas yang sangat dibutuhka salah satunya sebagai campuran minuman atau ragam olahan lainnya. Siwalan merupakan salah satu hasil produk olahan dari nira atau yang biasa disebut dengan lontar (Borassus flabellifer) yang sudah sejak lama dikenal sebagai bahan baku industri.

Tanaman ini di satu sisi dapat bermanfaat untuk sumber daya alam (tanah), kelestarian lingkungan hidup dan di sisi lain dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk yang memiliki nilai ekonomis. Hampir semua bagian atau produk tanaman ini dapat dimanfaatkan, namun tanaman ini kurang mendapat perhatian untuk dikembangkan dan dibudidayakan secara sungguh-sungguh oleh berbagai pihak.

Kecamatan Gapura di Kabupaten Sumenep, Kepulauan Madura memiliki potensi pohon siwalan dengan luas tanam 639 ha sehingga sangat prospek dalam usaha pengolahan gula siwalan yang perlu dikebangkan dan dipertahankan. Desa Gapura Barat merupakan salah satu desa sentra pengolahan gula siwalan, dan tersebar di beberapa kelompok tani yang ada di Dusun Gunung dan Dusun Talesek Desa Gapura Barat yang merupakan salah satu usaha pengolahan hasil tanaman perkebunan yang ada di kelompok tani.

Pada umumnya cara pengolahan gula siwalan di Desa Gapura Barat Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep masih sangat sederhana sehingga kualitas gula siwalan di Desa Gapura Barat Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep tentu sangat bervariasi, tergantung pada teknik produksi individu masing-masing.

Produksi gula siwalan di Desa Gapura Barat dilakukan pada musim kemarau. Saat musim kemarau adalah saat dimana kualitas air sadapan berada dalam kondisi yang terbaik karena tidak tercampur dengan air hujan. Pada musim inilah kualitas gula siwalan yang dihasilkan memiliki mutu baik. Kisaran harga gula siwalan di musim ini yaitu Rp 13.000 s/d 14.000 per kilo di tingkat petani.

Pada saat musim penghujan petani tidak melakukan sadapan nira dikarenakan kualitas nira siwalan tidak baik karena sudah tercampur air hujan, tetapi ada beberapa petani mensiasati produksi gula siwalan pada musim hujan dengan cara mengolah kembali gula siwalan yang sdah disimpan pada saat musim kemarau dengan mengejar harga karena banyaknya permintaan untuk gula siwalan, harga gula siwalan pada saat musim penghujan berkisar Rp 17.000 s/d 18.000 ditingkat petani.

Dari banyaknya potensi pohon siwalan yang ada di di Desa Gapura Barat salah satu kendala yang dihadapi yaitu regenerasi dalam usaha pengolahan gula siwalan serta regenerasi untuk penyadap air nira karena orang orang tersebut yang memiliki peran penting dalam usaha mempertahankan gula siwalan sudah lanjut usia sedangkan generasi muda tidak ada yang mau berprofesi mengolah gula siwalan dan pemanjat dan penyadap nira siwalan, para generasi muda memilih profesi lain yaitu bekerja ke Jakarta maupun kota kota besar yang memilik prospek penghasilan yang jelas.

Selain itu kendala lain, banyaknya pohon siwalan yang dijual oleh pemilik untuk bahan bangunan karena pohon siwalan memiliki kualitas kayu yang baik, sehingga juga mengurangi produksi gula siwalan. “Dari banyaknya kendala tersebut perlu perhatian semua pihak serta pembinaan yang berkelanjutan oleh Dinas terkait yang dapat memberikan angin segar bagi para pelaku usaha gula siwalan dalam usaha mempertahankan potensi gula siwalan yang ada di Kecamatan Gapura tetap ada, selain itu diharapkan mampu memotivasi generasi muda untuk terlibat dalam pelestarian salah satu kearifan lokal, khususnya di Kabupaten Sumenep,” ujar Achmad Syarif Nur Fajrullah Penyuluh pendamping di Kecamatan Gapura.

Sementara itu Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi, mengatakan bahwa pangan adalah masalah yang sangat utama. “Masalah pangan adalah masalah hidup matinya suatu bangsa. Sudah waktunya petani tidak hanya mengerjakan aktivitas on farm, tapi mampu menuju ke off farm, terutama pasca panen dan olahannya. Banyak yang bisa dikerjakan untuk menaikkan nilai pertanian, khususnya pasca panen,” tegas Dedi. SYARIF/YENI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *