Tumpang Sari Sawit dan Porang Menguntungkan Petani

Berita, Perkebunan276 Dilihat

Pengembangan tanaman porang, kini semakin diminati petani. Pasalnya, prospek pengembangan kelapa sawit dan tanaman porang dengan pola tumpang sari cukup nenjanjikan. Pasalnya pasarnya sudah tersdia dan kesejahreraan petani bisa meningkat.

Ketua DPW Pegiat Petani Porang Nusantara (P3N) Deny Welianto mengungkapkan, ide tumpang sari kelapa sawit dengan porang lantaran di Provinsi Riau merupakan daerah sentra perkebunan kelapa sawit.Adapun Pegiat Petani Porang Nusantara (P3N) saat ini beranggotakan 400 petani.

“Di sela tanaman sawit bisa menjadi sumber tambahan keuangan petani. Meskipun pola tumpang sari porang dimulai dengan tanaman kelapa pada tahun 2016,” kata dia, Kamis (20/5).

Menurut dia, prospek pola tumpang sari kelapa sawit dan porang di Provinsi Riau cukup menjanjikan kedepannya. “Prospek tumpang sari sawit dengan porang Insya Allah bagus. Karena Kalau tidak bagus Kementan tidak menyarankan program tumpang sari ini,” ujar Denny.

Dia mengatakan, pasar porang saat ini sangat besar karena hampir seluruh negara membutuhkan produk tersebut. “Produk turunan porang itu diserap dari sektor industri, makanan, kosmetik hingga farmasi,” jelas dia.

Denny menyebutkan, saat ini harga porang di Riau sekitar Rp 7.000-7.500 per kilogram (kg). “Sedangkan untuk bibit porang masih membeli dari daerah lain. Sehingga kendala petani dalam pengembangan porang di Riau adalah ketersediaan bibit,” ujar dia.

Dia menegaskan, tumpang sari sawit dan porang ini mengutuntungkan petani karena double pendapatan. “Produksi porang sekitar 12 ton/4.000 meter2. Sementara itu, biaya produksi Rp3.800 per kg,” ungkap Denny.

Keuntungan budidaya tanaman porang yakni minim perawatan. “Sehingga potensi pengembangan tumpang sari kelapa sawit dengan porang di Riau cukup besar,” kata dia.

Adapun total luas areal perkebunan sawit di Provinsi Riau sekitar 2,5 juta ha. “Sementara target pengembangan tanaman porang Kementan hanya 1.000 ha per daerah,” ujar Denny.

Dia mengatakan, sekarang setiap kabuaten di Provinsi Riau mempunyai petani porang, padahal sebelumnya tahun 2019 hanya tersebar di Kabupaten Pekanbaru, Siak dan Kampar.

Denny menargetkan, produksi 1.000 ton porang kering di Riau pada tahun ini. Ini masih kecil sekali jika dibandingkan kebutuhan nasional sebesar 1,2 juta ton per tahun.

“Pada masa pandemi Covid-19 permintaan porang tetap tinggi. Pandemi tidak ada efek terhadap produk pertanian termasuk porang dan cenderung stabil harganya,” ujar dia.

Terkait dukungan pemerintah daerah terhadap pengembangan porang masih dalam tahap penjajakan, karena porang masih dinilai komoditas baru. “Kemudian ada trauma kegagalan dalam pengembangan singkong,” tambah dia.

Saat ini petani sedang menyakinkan kembali bahwa porang berbeda dengan tanaman ubi kayu. Kami tidak ingin porang menjadi beban petani. “Maka itu, kami sedang mengembangkan bibit porang untuk petani dan berencana membangun pabrik olahan porang,” jelas Denny. Humas Ditjenbun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *