Pati – Sebanyak 70 persen perusahaan di industri agro merupakan sektor yang masuk kategori kritikal. Selama masa pandemi Covid-19 dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), sektor industri ini mendapat izin untuk beroperasi penuh dengan tetap menjalankan protokol kesehatan secara ketat.
“Industri kritikal memang dijaga aktivitas produksinya karena untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor, serta berperan penting dalam memacu pemulihan ekonomi nasional,” kata Plt. Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Putu Juli Ardika.
Lebih lanjut, Putu menjelaskan, salah satu sektor kritikal yang dipacu adalah industri gula. Kebutuhan komoditas olahan tebu ini terus meningkat, baik untuk konsumsi langsung maupun sebagai bahan baku industri. “Kebutuhan gula nasional saat ini mencapai 6 juta ton per tahun, yang terdiri dari 2,7- 2,9 juta ton gula konsumsi, dan 3 – 3,2 juta ton untuk gula kebutuhan industri,” jelas Putu.
Dari total kebutuhan tersebut, rata rata produksi gula konsumsi gula kristal putih (GKP) di dalam negeri sebesar 2,1 – 2,2 juta ton, dan produksi nasional gula kebutuhan industri (gula kristal rafinasi) sebesar 3 – 3,2 juta ton. Oleh karenanya, Kemenperin fokus pada kebijakan pengembangan industri gula di tanah air agar lebih produktif dan berdaya saing. Selain itu, mendorong pembangunan pabrik gula baru yang terintegrasi dengan perkebunan tebu.
Pada saat ini, terdapat 62 pabrik gula berbasis tebu dengan kapasitas terpasang nasional mencapai 316.950 ton tebu per hari (TCD). Apabila seluruh pabrik gula tersebut berproduksi optimal dan efisien, dapat memproduksi gula sekitar 3,5 juta ton per tahun. “Hal ini berarti kebutuhan untuk gula konsumsi sudah dapat terpenuhi,” tutur Putu.
Disisi lain, untuk meningkatkan produksi gula (GKP) maka Ditjenbun terus melakukan pembenahan di hulu (budidaya). Adapun untuk tahun 2021 ini Kementan telah memberikan bantuan ke petani untuk program intensifikasi melalui bantuan pupuk dan herbisida.
Adapun untuk tahun 2021 ini taksasi GKP yakni 2,44 juta ton. “Insya Allah, bisa tercapai target produksi 2,44 juta ton,” ungkap Direktur Tanaman Semusim dan Rampah, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan), Hendratmojo Bagus Hudoro.
Adapun untuk mencapai 2,44 juta ton, lanjut Bagus, Ditjenbun mempunyai beberapa langkah untuk meningkatkan produksi. Diantaranya dukungan kegiatan pengembangan tebu (rawat ratoon, bongkar ratoon dan perluasan).
Lebih lanjut, Bagus menguraikan, adapun kegiatan tebu di tahun 2021 ini yaitu rawat ratoon seluas 3.100 hektare (Ha), bongkar ratoon seluas 8.898 Ha, perluasan seluas 1.5950 Ha sehingga totalnya seluas 27.948 Ha.
Bagus pun menerangkan, untuk kegiatan ekstensifikasi atau perluasan areal tebu pada 2021 Ditjen Perkebunan menargetkan bertambahnya areal tebu seluas 3.100 Ha. Perluasan ini dilakukan di enam provinsi dan 12 kabupaten, antara lain Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Lampung.
Selain ekstensifikasi, lanjut Bagus, Ditjen Perkebunan juga melakukan kegiatan bongkar ratoon seluas 8.898 Ha di tiga provinsi yang tersebar di 24 kabupaten. Sehingga akselerasi peningkatan produksi juga maksimal.
Kegiatan pengembangan tebu lainnya, tambah Bagus, pihaknya juga melakukan rawat ratoon seluas 15.950 Ha di empat provinsi dan 30 kabupaten, antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sehingga diharapkan kedepan produksi GKP akan dapat bertambah lagi. Humas Ditjenbun