Pasuruan – Masalah yang dihadapi dalam pengadaan benih tebu selama ini adalah kelangkaan benih tebu bermutu dalam kuantitas besar. Benih bermutu harus menggunakan varietas yang benar dan sehat/bebas dari serangan penyakit/hama. Sedang untuk mendapat dalam kuantitas besar maka multipikasinya harus tinggi. Sylvia Lindawati , peneliti P3GI menyatakan hal ini.
Perbanyakan benih dengan cara konvensional multiplikasinya adalah 1 : 6-10 kali dalam waktu 6 bulan. Selain itu menimbulkan peluang ketidakseragaman genetik. Kesehatan benih juga tidak terjamin. Untuk mengatasi masalah ini maka digunakan tebu hasil kultur jaringan. Produksi benih kultur jaringan (in vitro), kemudian diaklimatisasi sebagai benih GO (ex vitro), transplanting dan perbanyakan sebagai G1-G2.
Kultur jaringan di P3GI merupakan kultur meristem apikal dengan perbanyakan kalus yang memiliki sifat totipotensi yaitu sel yang memiliki set fisiologi dan genetika lengkap dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh pada media dan lingkungan yang sesuai. Benih kultur jaringan yang dihasilkan adalah G1 (benih dasar untuk KBN) yaitu dan ada 26 varietas yang diperbanyak dengan cara ini. Kapasitas G1 adalah 6.5 juta mata dalam satu tahun dan masih bisa ditingkatkan.
Keuntungan benih tebu kultur jaringan adalah produksi awal lebih tinggi/massal. Pada kultur jaringan 1 ha membutuhkan 23-51 sumber eksplan dengan jangka waktu 14-15 bulan dari pengambilan sumber eksplan sampai siap tanam. Sedang konvensional 1 ha membutuhkan 30.000-60.000 mata tunas/5.000-10.000 tanaman benih dengan proses dari pengambilan mata tunas sampai benih siap tanam 6-7 bulan.
Kesegaraman genetik dan sifat sama dengan induknya karena sumber eksplan benar varietas, perkembang biakan secara vegetatif. Kesehatan benih kultur jaringan lebih terjamin sebab sumber eksplan sehat, bebas serangan hama penyakit. Lahan penanaman benih kultur jaringan bukan bekas kebun sakit.
Hasil tebu meningkat 32% PC, 8% R1 dan hasil gula meningkat 33% PC dan 12% R1, tetapi tidak konsisten diseluruh varietas. Hal ini terjadi karena pengaruh genetik dan interaksi genetik dengan lingkungan sehingga SOP budidaya tebu harus diikuti. Optimasi benih kultur jaringan sebagai kelas benih penjenis memenuhi syarat.
Secara terpisah, Saleh Mohktar, Direktur Perbenihan Perkebunan, Ditjenbun menyatakan kunci pembenihan tebu yang tepat adalah adanya kepastian luas bongkar ratoon dan perluasan pada T-1, dan perencanaan yang matang, tepat dan akurat, sudah tidak boleh diubah lagi. Dari perencanaan ini dibuat perbenihan tebu secara berjenjang. Kalau dilakukan sebenarnya tidak akan ada masalah dengan ketersediaan benih. Produsen benih yang ada masih mampu memenuhi kebutuhan.
Pengadaan benih tebu harus melalui 5 jenjang, memang agak panjang dan rumit. Ditjenbun saat ini sedang melakukan evaluasi bisa tidaknya memperpendek penjenjangan ini dari 5 jenjang menjang menjadi 4 jentang atau kurang.
Khusus perbenihan tebu pada Bun 500, perbenihannya pada pusat perbenihan adalah perbenihan modern dengan kultur jaringan. Proses utama bisnis perbenihan Bun 500 adalah pembangunan nursery centre (pusat perbenihan) . Manajemen nursery meliputi jenis dan jumlah semai, pembibitan/pembesaran, pemeliharaan (penyiraman/pemupukan, kontrol OPT/cahaya). Humas Ditjenbun