Peluang Ekspor Sawit Indonesia “Merajai” Eropa
JAKARTA – Kondisi Geopolitik di Ukraina dan Rusia nampaknya belum akan berkesudahan, sementara keterlibatan sejumlah negara Eropa dan AS makin membuat “runyam” kondisi tersebut, yang menjadi sorotan khususnya ketahanan pangan dan energi di Eropa secara khusus. Berawal dari Ukraina dan Rusia yang merupakan produsen sekaligus pemasok komoditas pertanian paling berpengaruh untuk pasar Eropa, Afrika dan sebagian besar Asia termasuk Indonesia. Ada gandum yang memasok 30% kebutuhan dunia, juga jagung dan yang paling penting adalah vegetable oil dari sunflower oil atau minyak bunga matahari dengan produksi sebesar 16,38 juta ton pertahun berkontribusi pada lebih dari setengah ekspor global.
Pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Pertanian (Kementan) responsif berupaya membuat langkah strategis menghadapi kondisi tersebut, Plt Dirjen Perkebunan Kementan, Ali Jamil mengatakan, Krisis yang terjadi di Ukraina ini dikhawatirkan akan menganggu pasokan pangan dunia khususnya minyak bunga matahari. Ditambah lagi, akan berdampak pada gejolak fluktuasi kenaikan harga bahan pangan pokok. “Melihat kondisi ini, ada secercah peluang dan harapan untuk minyak kelapa sawit kita. Kita harus tetap optimis, peluang peningkatan ekspor produk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) serta turunannya masih terbuka,” kata Ali Jamil.
Tidak dipungkiri, isu kampanye hitam bagi CPO Indonesia masih melekat, bagaimana keberterimaan CPO Indonesia khususnya di pasar eropa selalu dituding, baik itu hambatan tarif maupun hambatan non tarif, bahkan dari isu deforestrasi, HAM, kandungan zat karsinogenik, menjadi penyebab peningkatan suhu global, kebakaran hutan, timbulnya peningkatan emisi karbon dan Gas Rumah Kaca, musnahnya beberapa satwa seperti orang utan akibat perluasan areal, dan lainnya, hingga memunculkan penetapan Komisi Eropa melalui regulasi European Green Deal hingga Due Dilligent yang akan membatasi masuknya CPO Indonesia ke pasar eropa baik yang akan digunakan sebagai bahan pangan maupun sumber energi atau bio diesel.
Mulai saat ini, rasanya Uni Eropa harus mulai “mengendurkan Syaraf” perang dengan minyak sawit Indonesia, ditengah perang yang berkecamuk akan mempengaruhi food security negara-negara eropa dalam beberapa tahun kedepan khususnya terhadap konsumsi minyak bunga matahari yang hampir dipastikan 100% tidak dapat di pasok lagi dari Ukraina dan Rusia tentunya.
“Perang Rusia-Ukraina membuat permintaan akan minyak kelapa sawit diprediksi akan meningkat karena menipisnya pasokan minyak nabati dari kedua negara tersebut karena minyak kelapa sawit dapat menjadi alternatif untuk menutup kekurangan pasokan minyak nabati lain seperti biji bunga matahari,” ujarnya.
Berdasarkan data BPS yang diolah Ditjen Perkebunan. diketahui bahwa volume ekspor sawit RI ke Rusia mengalami peningkatan sekitar 2,35%, dari tahun 2020 sebanyak 684.182 ton menjadi 700.295 ton pada tahun 2021, sedangkan volume ekspor sawit RI ke Ukraina mengalami peningkatan cukup signifikan sebesar 27% pada tahun 2020 sebanyak 241.885 ton menjadi 308.138 ton pada tahun 2021.
“Dari data tersebut, tentunya pasar CPO Indonesia kedua negara tersebut sangat besar dan penting tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi peningkatan eskalasi peran akan menghambat ekspor CPO Indonesia kedua negara tersebut, sehingga pemerintah melalui Kementerian Pertanian tentunya berupaya untuk menyusun beberapa strategi untuk mengalihkan pasar CPO Indonesia jika kedua negara tersebut 100% melakukan lock untuk memasukkan perdagangan CPO dari Indonesia,” ujarnya.