Ambon – Akses pasar kelapa semakin luas, banyak orang tertarik menggeluti bisnis kelapa karena buah, daun hingga batangnya dapat dimanfaatkan, Provinsi Maluku Utara, salah satu contoh provinsi penghasil kelapa, sigap menangkap peluang besar ini.
Pengembangan kelapa tak luput dari tantangan, khususnya proses budidaya bisa terjadi serangan hama atau penyakit paling sering yaitu belalang. Serangan hama maupun penyakit apabila tidak segera ditindaklanjuti akan berdampak negatif pada kualitas hasil tanaman maupun pendapatan pekebun.
Untuk mengendalikan hama belalang pada tanaman Kelapa di Provinsi Maluku Utara, Ditjen Perkebunan melalui Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Ambon bersinergi dengan Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara, melakukan kegiatan Koordinasi dan Sinergitas Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH) Ternate.
Kepala Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Ambon, Anwar M Nur mengatakan, BBPPTP Ambon melakukan pengendalian secara hayati karena banyak keunggulan seperti ramah lingkungan, tidak menimbulkan resistensi, tahan lama dan berkelanjutan serta dapat digunakan untuk pengunaan terpadu (sebagai bagian dari IPM).
“Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH) Ternate ini sebagai satu unit kerja dari BBPPTP Ambon berkolaborasi dengan Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara dalam upaya pengendalian hama Belalang yang ada di Provinsi Maluku Utara dengan metode pengendalian menggunakan Agens Pengendali Hrayati (APH),” ujarnya.
Lebih lanjut, Anwar menjelaskan, APH ialah organisme hidup yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama atau patogen. Beberapa agens pengendali hayati yang umum digunakan dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman yaitu Serangga Predator, Parasitoid Insekta, Jamur Entomopatogen, Bakteri dan Mikroba Pengendali. Adapun APH yang diinisiasi untuk diperbanyak berasal dari golongan Jamur Entomopatogen yaitu Metarhizium Anisopliae dan Parasitoid Leefmansia Bicolor.
“Pengendalian serangan hama dan penyakit pada tanaman perkebunan dapat dilakukan dengan berbagai strategi, seperti penggunaan agens pengendali hayati cbc (didasarkan pada kondisi serangan maupun ambang ekonomi), penggunaan pestisida (tepat secara dosis, guna, maupun waktu), rotasi tanaman, sanitasi, dan metode pengendalian terpadu (integrated pest management/IPM),” ujarnya.
Untuk itu, Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara mengajukan permintaan kepada Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH) Ternate untuk memperbanyak Agens Pengendali Hayati (APH) Metarhizium Anisopliae sebanyak 150 kg dengan menggunakan media utama yakni beras, sedangkan untuk perbanyakan parasitoid Leefmansia Bicolor sebanyak 150 koker.
Menurut Anwar, Metarhizium Anisopliae dan parasitoid Leefmansia Bicolor ini akan dipergunakan untuk pengendalian tanaman perkebunan komoditas kelapa yang terserang Sexava Sp dibeberapa Kabupaten di Provinsi Maluku Utara yaitu Kabupaten Halmahera Barat, Sanana, dan Tidore dengan indeks serangan sedang dan total luas serangan sebesar 150 ha.
“Ke depan tentunya kami berharap, koordinasi, kerjasama, sinergitas dan kolaborasi antara Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH) Ternate sebagai unit kerja dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Ambon dengan Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara ataupun dengan instansi lainnya terus berjalan dengan baik untuk bersama-sama terus mendukung progam dari Kementerian Pertanian, mewujudkan Pertanian Indonesia yang Maju, Mandiri dan Modern. Selain itu, kegiatan ini juga berkaitan erat dengan core value ASN Ber-AKHLAK yang bersama-sama sedang terus kita jalankan,” harap Anwar. Humas Ditjenbun