JOMBANG – Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) berperan sebagai Komando Strategis Pembangunan Pertanian (Kostratani) yaitu sebagai pusat data dan informasi, pusat gerakan pembangunan pertanian, pusat pembelajaran, dan pusat konsultasi agribisnis, serta pusat pengembangan jejaring dan kemitraan.
Pada 22/05/2024 lalu, BPP Ngusikan melaksanakan kegiatan Klinik Agribisnis, dimana hal ini merupakan agenda rutin yang dilaksanakan dua kali dalam satu bulan. Dalam kegiatan tersebut, klinik agribisnis membahas agenda utama tentang pembentukan Regu Pengendali Hama (RPH) dan menyegarkan kembali petani Ngusikan dalam budidaya tembakau sebagai komoditas unggulan di Ngusikan.
RPH dibentuk sebagai organisasi/bagian dari kelompok tani yang bergerak di bidang perlindungan tanaman, dan bertugas dalam pengendalian OPT. Regu Pengendali OPT merupakan kelengkapan organisasi yang dimiliki oleh kelompok tani atau gabungan kelompok tani yang memiliki tugas dan ketrampilan dalam pengendalian OPT. Pembentukan RPH di Desa Ngusikan dilaksanakan di BPP Ngusikan dan dihadiri oleh petani, pengurus poktan, gapoktan, PPL dan POPT. Semua pihak bersinergi untuk menunjang kinerja RPH yang telah dibentuk untuk menurukan tingkat serangan OPT di areal persawahan. Peran RPH menjadi sangat penting, karena Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah salah satu faktor pembatas pencapaian produksi tanaman pangan.
Gerakan pengendalian OPT merupakan upaya responsif yang dilakukan secara serentak dalam upaya menurunkan tingkat populasi/serangan OPT di lahan sawah, khususnya pada komoditas padi dan jagung di kecamatan Ngusikan. Pelaksanaan gerakan pengendalian OPT didasarkan dari hasil pengamatan berkala yang dilakukan oleh petani atas dasar rekomendasi Petugas POPT (Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan) setempat.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, mengatakan petani dan penyuluh sebagai garda terdepan suksesnya pembangunan pertanian harus terus bekerja keras.
“Dan salah satu faktor produksi pertanian adalah pengendalian OPT. OPT bisa menghilangkan hasil antara 10 – 100% bahkan hingga tidak bisa panen atau gagal panen. Bila kita bisa mengendalikan OPT, artinya kita bisa menyelamatkan produktivitas antara 10 – 80%,” ujarnya.
Menurutnya saat ini iklim sudah berubah, sedang berubah dan akan selalu berubah.
Dedi berharap penyuluh dan petani bisa membuat pestisida sendiri. Dengan cara tersebut, petani dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas. Penyuluh tidak hanya sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai formulator, inovator dan konsultan agribisnis. Jadi kedekatan antar penyuluh dengan petani akan menjadikan sinergi yang baik, sehingga segala permasalahan di petani akan cepat tertangani
“Produktivitas kita pasti berdaya saing, maka kita dapat mampu mengekspor hasil tani Indonesia,” katanya.
M. Munir selaku POPT dan inisiator pembentukan RPH Ngusikan menjelaskan bahwa tugas RPH adalah melakukan pengamatan berkala pada tanaman, terutama pada OPT yang menyerang tanaman,
“Jadi tugas RPH setelah melakukan pengamatan kemudian melaporkan hasil pengamatan kepada ketua RPH, kemudia bersama anggota RPH mencari solusi dan upaya, tindakan yang harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan di lahan. Secara prinsip, tugas RPH bukan hanya pada penanganan serangan, tetapi justru pada upaya pencegahannya,”jelas Munir.
Harapannya dengan adanya RPH ini dapat bermanfaat untuk mencegah dan mengendalikan serangan OPT sehingga pertanaman menjadi aman terkendali. Dengan demikian kita dapat mengamankan pertanaman untuk mendukung upaya peningkatan produksi dan produktivitas hasil pertanian.
Zuhrotul Lailis Sa’adah/ Asep/Yeniarta