Yogi Dwi Sungkowo, Penerima Bantuan Berubah Menjadi Pengembang Cluster Lada

Berita, Perkebunan44 Dilihat

Ternyata generasi milenial memiliki daya ledak untuk menciptakan pengembangan kawasan. Setidaknya ini yang terjadi di Kabupaten Purbalingga yang bukan sentra lada, saat ini berkembang menjadi pengekspor lada.

Yogi Dwi Sungkowo, merupakan petani milenial yang mengembangan ekosistem lada di wilayah berawal dari usaha perbenihan. Tahun 2010 Ketua Kelompok Tani Margo Utomo yang berdomisili di Desa Kedrapan, Kec Kejobong, Kabupaten Purbalingga Jateng, mengembangkan pembibitan dan kebun sumber benih.

“Pada awalnya saya menangkarkan dan menjual benih tidak bersertifikat. Namun berkat adanya pembinaan dari pemerintah saya memutuskan menjadi produsen benih resmi. Lalu pada tahun 2016 kebun yang saya bangun seluas 0,775 hektar, kurang lebih sekitar 1.900 tanaman di 4 lokasi ditetapkan sebagai kebun sumber benih dengan Varietas Natar 1”, jelasnya.

Sejak saat itu, Kelompok Tani Margo Utomo menjadi salah satu produsen resmi benih lada di Jawa Tengah. Bibit lada dari penangkarannya pun merambah hingga ke Provinsi Aceh, Bengkulu, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur untuk mendukung pengembangan lada yang dilakukan pemerintah. Sekaligus mengukuhkannya sebagai produsen lada terbesar di Pulau Jawa dengan potensi produksi benih 200 ribu batang/tahun. Lalu tahun 2018 ia membina Kelompok Tani Margo Lestari yang juga di Desa Kedrapan yang mendapatkan bantuan Desa Mandiri Benih Lada dari Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian yang meningkatkan kapasitas produksi lada dari Kabupaten Purbalingga.

Selain memasarkan ke luar provinsi, benih lada yang berasal dari penangkarannya juga digunakan untuk mengembangkan perkebunan lada di Kabupaten Purbalingga baik secara swadaya atau melalui dukungan dari Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian. Petani pengguna benih asal penangkarannya sekaligus ia bina agar dapat menghasilkan produk turunan bernilai tambah. Alhasil saat ini luas lahan petani binaannya mencapai 200 ha dari eksisting 350 hektar.

“Pada tahun 2022 kami mendapatkan pesanan lada putih ke Jepang melalui kerjasama dengan Perusahaan asal Jepang sebanyak 3 kali masing-masing, 25 ton, 25 ton dan 40 ton. Pembelian hasil dilakukan lewat KUB Mitra Tani Sejahtera binaan perusahaan Jepang yang berdomisili di Semarang. Selain memproduksi dalam bentuk produk mentah, petani binaan Yogi juga mampu menghasilkan produk turunan seperti lada bubuk dalam kemasan yang dijual di pasar lokal ”, ungkapnya.

Terkait pengembangan lada, Yogi berharap agar pemerintah tetap mengalokasikan pengembangan lada, selain untuk meningkatkan pasokan bahan baku lada yang nantinya dapat diolah menjadi produk bernilai tambah, juga dapat menghidupkan usaha pembenihan. Pasalnya pasar utama dari produsen lada adalah berasal dari pengadaan pemerintah, baik melalui skema pembiayaan APBN ataupun APBD. Sehingga keberlangsungan dari usaha perbenihan tetap bisa kontinyu, karena kalau pemerintah berhenti belanja maka usaha perbenihan lada akan mati perlahan. Ketika produsen benih sudah gulung tikar susah untuk kembali bangkit.

Jadi melalui usaha perbenihan, Yogi tidak saja berkontribusi pada penumbuhan usaha penyediaan benih di Kabupaten Purbalingga namun juga menjadikan desanya sebagai salah satu cluster pengembangan lada. Dimana di kawasan tersebut terdapat usaha perbenihan, perkebunan lada dan juga pengolahan yang berkontribusi pada penumbuhan ekonomi wilayah pedesaan. (NS/Humas DjBun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *