KLUNGKUNG – Sejak ditetapkannya harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan jagung pada 15/1/2025 lalu, serap gabah oleh Bulog yang diharapkan oleh petani masih belum terealisasi di banyak daerah. Bulog dinilai kurang aktif dalam menyerap gabah sehingga tengkulak masih memiliki peran besar dalam mengatur harga.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah melalui Kementerian Pertanian agar Bulog secara optimal serap gabah petani. Pada 30/01/2025, bersama Bulog dan Bapans, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman meminta Bulog segera menyerap gabah petani sesuai HPP guna menjaga stabilitas pangan nasional dan kesejahteraan petani, terutama saat panen raya.
Disparitas antara nilai HPP dengan harga jual gabah petani di lapangan terjadi di Subak Manduang Desa Manduang, Kecamatan Klungkung, dan Subak Gombeng Kaler Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung Bali. Gabah yang dihasilkan Subak Manduang dihargai Rp 5.000/Kg sedangkan gabah yang dihasilkan Subak Gombeng Kaler dihargai Rp. 5.600/Kg. Harga gabah tersebut masih berada di bawah HPP yang ditetapkan pemerintah.
Ni Komang Darmayanti penyuluh pendamping di Desa Manduang, menuturkan, bahwa penyebab rendahnya harga gabah yang dibeli oleh tengkulak karena selama ini tidak ada peran Bulog sebagai penjamin harga yang turun ke lapangan untuk serap gabah petani atau mitra petani seperti koperasi tani yang berperan sebagai penjamin harga. Hal ini menyebabkan petani lemah dan tidak memiliki daya tawar yang kuat.
Hal ini juga sama dengan yang dialami oleh Subak Gombeng Kaler Desa Nyalian. Seperti yang dituturkan oleh penyuluh pendamping Desa Nyalian, Made Ujiani Cayati.
“Kami berharap bahwa Bulog turun ke lapangan serap gabah milik petani, agar tidak dibeli oleh tengkulak dengan harga yang sangat rendah,”jelas Made Ujiani.
Selain itu, belum adanya sistem pengelolaan pasca panen yang optimal seperti pengeringan atau penyimpanan yang memadai dapat mempengaruhi kualitas gabah dimana kadar air tinggi sering kali dihargai lebih rendah.
“Penyebab lainnya adalah rendahnya harga gabah yang di beli oleh penebas adalah karena kondisi iklim di Kecamatan Klungkung mengalami curah hujan dengan intensitas tinggi, hal ini menyebabkan banyak padi milik petani yang roboh,”imbuh Ni Komang Darmayanti.
Keputusan menaikkan HPP gabah datang langsung dari Presiden Prabowo Subianto pada Rapat Terbatas (Ratas) 30 Desember 2024 lalu. Kebijakan ini direspon positif oleh masyarakat, terutama petani. Meski begitu, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Yadi Sofyan Noor, meminta Bulog untuk lebih fokus menyerap gabah, bukan beras. Kebijakan Bulog yang lebih fokus pada penyerapan beras berpotensi merugikan petani secara langsung.
“Dengan membeli beras, bukan gabah, Bulog melewatkan kesempatan untuk membantu petani mendapatkan harga layak. Petani terpaksa menjual gabah mereka kepada tengkulak dengan harga murah, sementara nilai tambah justru dinikmati oleh pihak lain,” tegasnya.
Kebijakan penyerapan beras ini dinilainya tidak berpihak pada petani, melainkan justru menguntungkan tengkulak dan penggilingan padi yang sering menjadi perantara dalam proses penjualan.
Masalah ini semakin krusial karena harga gabah yang dihasilkan petani menjadi lebih rentan terhadap fluktuasi pasar, terutama jika tengkulak memainkan peran dominan dalam menentukan harga. Sebaliknya, dengan menyerap gabah langsung dari petani, Bulog dapat menstabilkan harga di tingkat petani dan memastikan mereka mendapatkan keuntungan yang adil.
“Jika petani merasa kerja keras mereka tidak dihargai, produktivitas sektor pertanian bisa terancam. Bagaimana kita bisa mencapai swasembada pangan jika petani terus dirugikan?” tambah Yadi. (*)