Langkah Lindungi Petani Indonesia, Penerapan Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah Gabah Terus Digencarkan

JAKARTA – Pencapaian asa swasembada pangan Indonesia yang dalam hal ini di perberasan, telah diteguhkan pemerintah melalui penetapan kebijakan harga. Dengan kepastian harga tersebut dapat semakin mendorong intensi petani menggenjot aktivitas produksinya. Pemerintah pun berkomitmen kuat untuk menjaga harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani.

“Kita mesti yakin bahwa Indonesia pasti bisa mencapai swasembada pangan. Maka salah satu kebijakan yang perlu diperkuat adalah kebijakan harga. Pemerintah ingin mendorong petani kita terus berproduksi,” papar Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) I Gusti Ketut Astawa dalam diskusi panel yang dihelat Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) di Jakarta, pada Senin (3/2/2025).

“Kami di Badan Pangan Nasional sudah mengeluarkan kebijakan harga GKP di tingkat petani Rp 6.500 per kilogram. Ini poin penting. Pemerintah memastikan petani memperoleh harga yang wajar dan relatif bisa menguntungkan. Kita sudah hitung dan ini menguntungkan petani, jadi harus benar-benar dirasakan sedulur petani,” lanjut Ketut.

Dalam rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), di tahun 2024 petani perorangan tanaman padi yang memanen sendiri memiliki rerata nilai produksi Rp 26,3 juta dengan biaya produksi Rp 15,2 juta. Dengan itu, pendapatan petani perorangan tanaman padi dapat memperoleh di kisaran Rp 11,082 juta atau 72,49 persen dari biaya produksi. Rerata itu dicapai dengan produktivitas sebanyak 46,35 kuintal per hektare.

Sementara sepanjang tahun 2024, rerata harga GKP di tingkat petani sebagaimana yang dihimpun BPS berada di kisaran Rp 6.425 per kilogram (kg). Secara historis, rerata harga GKP terendah berada pada April dengan Rp 5.686 per kg dan tertinggi pada Februari dengan Rp 7.261 per kg.

Berkaca dari itu, melalui langkah penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) GKP di tingkat petani sebesar Rp 6.500 per kg yang dimulai 15 Januari 2025 ini, pemerintah optimis dapat melindungi dan menjaga kesejahteraan petani.

Berkaitan dengan instrumen kebijakan harga tersebut, secara terpisah Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengungkapkan perhatian serius Presiden Prabowo Subianto guna melindungi petani Indonesia. Ini dikatakannya selepas mendampingi Kepala Negara berkunjung ke Kompleks Kantor Kementerian Pertanian hari ini (3/2/2025).

“Tadi Bapak Presiden Prabowo hadir ke Kementerian Pertanian juga ke Badan Gizi Nasional. Kita diskusi banyak mengenai program, mulai dari Makan Bergizi Gratis dan juga Kementan,” katanya.

“Kemudian ini yang paling penting adalah penugasan kepada seluruh penggiling padi seluruh Indonesia, untuk membeli minimal gabah kering panen di harga Rp 6.500 per kg. Jadi ini akan disiapkan PP (Peraturan Pemerintah)-nya oleh Bapak Presiden untuk melindungi petani Indonesia,” ujar Arief.

Lebih lanjut, instrumen harga juga diterapkan untuk mendorong agar Perum Bulog dapat langsung berinteraksi ke petani. Sebagai impak positifnya, ini juga dapat mempersingkat rantai pasok perberasan. Deputi Ketut menerangkan perpanjangan peran pemerintah melalui Bulog tersebut harus dapat menyentuh petani.

“Kenapa kita tetapkan harga GKP? Harapannya itu supaya bulog langsung berinteraksi dengan petani dan bisa potong rantai distribusinya. Jadi Bulog harus terjun langsung ke petani, sehingga petani merasakan dan mendapatkan harga itu. Tatkala harga di bawah Rp 6.500, Bulog mesti cepat serap sesuai HPP. Sekali lagi, pemerintah itu mengupayakan mengangkat harga dan nyaman bagi petani,” jelas Ketut.

Senada dengan itu, Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Investasi Pertanian Suwandi yang memberikan pidato kunci dalam acara INDEF hari ini, mendorong adanya pemangkasan rantai pasok beras agar dapat lebih efisien. Menurutnya, keterhubungan hulu sampai hilir memang penting, tapi jangan terlalu panjang.

“Pertanian modern tidak hanya dalam arti teknis, tapi juga rekayasa sosial, kelembagaan, SDM, teknologi, permodalan. Ini tidak hanya menangani aspek hulu dan on farm, tapi juga sampai hilir. Sampai pasarnya kalau perlu,” terangnya.

“Kalau di data BPS rantai pasok untuk beras saja contohnya 7 (sampai) 9 titik. Kita perpendek itu (agar) bagaimana petani langsung ke konsumen. Cukup 3 atau 4 rantai pasok. Jadi kalau secara equity, semakin banyak margin, semakin banyak orang menikmati. Tetapi kepanjangan margin, efisiennya berkurang,” ungkap Suwandi.

Mengenai rantai distribusi beras, berdasarkan hasil survei pola distribusi tahun 2024 yang dikerjakan BPS, menunjukkan bahwa pendistribusian beras dari produsen hingga ke konsumen akhir, dapat melibatkan 1 sampai dengan 7 pelaku usaha perdagangan. Hasil survei juga mengindikasikan bahwa berdasarkan pola utamanya, kenaikan harga beras dari produsen hingga ke konsumen akhir adalah 18,72 persen. NFA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *