Peluang Benih Artifisial Untuk Pertanian Masa Depan

Berita, Perkebunan47 Dilihat

oleh :
Saipulloh, SP., M.Si
(Pengawas Benih Tanaman Ahli Muda)
dan
Drs. Nono Suharyono
(Pranata Humas Ahli Madya)

Benih artifisial diperkenalkan pertama kali pada sekitar tahun 1970. Definisi istilah benih artifisial (artificial seeds) disebut juga sebagai benih sintetik (synthetic seeds) atau secara singkat dengan istilah syn seed atau dengan istilah lain somatic seeds. Konsep Syn Seed ini diperkenalkan oleh Toshio Murashige. Lebih lanjut dikembangkan oleh Sherry Kito dan Jules Janick (dessicated syn seed) dengan polyox (polyethylene oxide homopolymer) dengan studi bahwa tanpa polyox embrio akan mati setelah 6 – 8 jam. Polyox mencegah desikasi secara ektrim karena mudah larut dalam air, bila kering membentuk lapisan (film) tipis dan tidak mendukung perkembangan mikroorganisme serta mudah dilepas/terdegradasi. Sedangkan Keith Redenbaugh (hydrated syn seed) dengan studi embrio somatik yang dilapisi hidrogel (menggunakan alginat).

Produksi benih artifisial sangat bermanfaat terutama untuk tanaman yang memiliki benih mengalami kematian saat masih di pohon induk. Teknik ini serupa dengan metode perbanyakan tanaman secara vegetatif yang dapat mewariskan sifat dari tetua secara identik. Benih artifisial memiliki kelebihan dalam aspek penyimpanan, penanganan, pengiriman dan penanaman dikarenakan ukurannya yang kecil.

Benih artifisial dapat dibuat dengan cara enkapsulasi suatu propagul tanaman dalam matriks yang memungkinkan tumbuh lebih lanjut menjadi tanaman. Propagul tanaman dapat berupa mata tunas atau embrio somatik yang telah ditumbuhkan dalam kondisi aseptik di kultur jaringan. Dalam media tanam, propagul tanaman ini dapat tumbuh dengan mudah menjadi individu-individu tanaman karena telah memiliki kemampuan untuk mengontrol pertumbuhan pada media tanam.

Dalam pembuatan benih artifisial, endosperma buatan dapat dibentuk dalam matriks untuk enkapsulasi. Matriks tersebut adalah suatu jenis hidrogel yang diantaranya terbuat dari ekstrak rumput laut (agar atau alginat), dari tanaman atau mirkoorganisme. Komposisi ini akan membentuk gel jika dicampur atau diteteskan ke dalam elektrolit yang sesuai (seperti tembaga sulfat, kalsium khlorida atau amonium klorida). Selain itu, dapat ditambahkan zat aditif lain seperti nutrisi/hara, zat pengatur tumbuh (ZPT), pestisida dan fungisida.

Pada umumnya, kulit benih sekunder yang menyelimuti endosperma artifisial diperlukan sebagai simulasi dari kulit benih. Hal ini karena kulit benih melindungi embrio dari kerusakan dan mengeringnya benih. Kulit benih juga menjamin agar benih tetap hidup sebelum berkecambah. Perkecambahan diawali dengan imbibisi dan disusul dengan dengan melunaknya kulit benih sehingga memungkinkan embrio berkembang.

Lapisan (coating) juga berfungsi sebagai endosperma terdiri atas sumber karbon, hara, ZPT, dan anti mikrobial. Lapisan pelindung tidak boleh merusak embrio, mampu melindungi embrio dari kerusakan mekanis, dan memungkinkan perkecambahan/konversi tanpa menginduksi sifat lain yang tidak diinginkan.

Proses penting dengan perubahan dari embrio somatik yang quisence (dorman) menjadi aktif yang ditandai dengan perkecambahan embrio, perkembangan sistem perakaran yang vigor, pertumbuhan dan perkembangan meristem batang, pertumbuhan dan perkembangan paling tidak dua daun sejati, tidak terdapat kerusakan hipokotil, dan menghasilkan tanaman utuh dengan fenotip normal.

Pembuatan benih artifisial secara singkat, yaitu embrio somatik terbentuk dari bagian tanaman hasil kultur jaringan merupakan bahan yang ideal untuk pembuatan benih artifisial, mata tunas di potong dari batang tanaman hasil invitro, mata tunas dipotong dengan ukuran 2 – 3 mm dan diletakkan dalam matriks enkapsulasi, mata tunas atau embrio somatik diteteskan ke dalam larutan penggumpal sehingga terbentuk kapsul dan biarkan mengeras, kekerasan kapsul dapat dikontrol dengan mengatur konsentrasi larutan penggumpal dan lama perendaman, ukuran dari kapsul ditentukan oleh ukuran mata tunas  atau embrio somatik dan diameter bagian dalam dari pipet yang digunakan. Benih artifisial dikumpulkan dengan cara mentiriskan atau membuang larutan penggumpal. Selanjutnya kapsul dibilas dengan air. Benih artifisial ini harus cukup lentur sehingga dapat melindungi embrio sekaligus memungkinkan perkecambahan dan pertumbuhan dari mata tunas atau somatik embrio. Kapsul harus cukup kuat agar benih tahan menghadapi benturan/goncangan selama pembuatan, handling, distribusi dan penanaman. Agar benih tetap dorman hingga saat ditanam tiba, lapisan tipis resin yang larut air digunakan untuk melapisi matriks enkapsulasi.

Dengan semakin dinamisnya sistem budidaya saat ini, benih artifisial ini menjadi sangat besar potensinya diantaranya sebagai sarana untuk distribusi benih secara murah, mekanisasi proses penanaman dapat dilakukan dengan mudah dan memungkinkan penanaman langsung propagul tanaman dari kultur jaringan ke lapangan, benih artifisial juga memungkinkan dilakukannya perbanyakan individu tanaman hasil rekayasa genetik secara cepat. Khususnya komoditas tanaman perkebunan yang memiliki kesulitan dalam hal pewarisan sifat dari tetua secara konsisten serta pendistribusian benih sampai ke daerah pengembangan yang pada umumnya dilakukan di wilayah pelosok (remote area).

Teknologi ini juga bermanfaat untuk perbanyakan material tanam dalam skala komersial bagi beberapa kondisi tanaman yang benihnya sulit atau tidak tersedia, tanaman yang benihnya (true seed) mahal, tanaman hibrida, dan tanaman-tanaman yang umumnya diperbanyak secara vegetatif yang peka terhadap infeksi penyakit, dan tanaman hasil rekayasa genetika. Selain itu juga, teknologi ini bermanfaat untuk preservasi bahan genetik penting (melalui cryopreservation) dan untuk studi peran endosperma dalam perkecambahan. Oleh karena itu, peluang produksi benih artifisial ini menjadi terbuka dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas pertanian kedepan menjadi lebih baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *