Pemerintah Terus Dorong Program Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Kopi Java Preanger

Berita, Perkebunan24 Dilihat

Saat ini Indonesia menjadi negara penghasil kopi dengan produksi 762.380 ton peringkat ke empat setelah Brazil (3,70 juta ton), Vietnam (1,76 juta ton), Columbia (833 ribu ton). Selama 13 tahun terakhir (2008-2020) volume ekspor kopi mengalami kenaikan dengan laju pertumbuhan rata-rata 4,50% per tahun, sedangkan laju pertumbuhan 10 tahun terakhir 2,01%. Rata-rata laju volume impor kopi 44,35% (turun dibandingkan tahun sebelumnya 100,64% per tahun). Untuk luasan areal kopi nasional sebesar 1.250.452 ha dengan produktivitas 811 kg/ha masih jauh dibawah potensi maksimum produksi yaitu 1.300 kg/ha.

Selama ini, produksi kopi yang dihasilkan sebagian besar diekspor dengan volume ekspor tahun 2020 sebesar 379,35 ribu ton dan memberikan kontribusi devisa senilai Rp. 11,99 T atau penghasil devisa sektor perkebunan terbesar kelima setelah kelapa sawit, karet, kakao dan kelapa.

“Perolehan pendapatan dan devisa tersebut belum mencerminkan kontribusi nilai yang optimal, mengingat kopi yang di ekspor sebagian besar (98,01%) masih dalam bentuk produk primer (kopi biji) dengan kualitas ekspor didominasi (>70 %) oleh mutu sedang sampai rendah (grade IV s/d VI)”, tutur Prof. Bustanul Arifin atau biasa disapa Prof. Inul sebagai Praktisi/Guru Besar Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Alam, Universitas Lampung, saat dihubungi redaksi, Rabu (15/06).

Jawa Barat merupakan salah satu sentra provinsi penghasil kopi di Indonesia, kopi Jawa Barat memiliki ke khasan tersendiri yang biasa disebut Java Preanger. Letak geografis Jawa Barat sangat mendukung dalam pengembangan kopi, sehingga telah banyak menghasilkan kopi yang memiliki citra kahas tersendiri atau specialty coffee Indonesia. Upaya pemerintah untuk menaikan nilai tambah dan daya saing kopi, Kondisi yang terjadi saat ini, untuk melakukan ekspor, koperasi kopi di Kabupaten Bandung harus melalui distributor atau pedagang besar, sehingga nilai tambah produk kopi tidak dapat dinikmati langsung oleh petani. Di sisi lain, perkebunan kopi di Kabupaten Bandung masih mengalami beberapa permasalahan, salah satunya adalah produktivitas yang belum maksimal.

Prof. Inul menegaskan bahwa Pemerintah melalui Kementerian Pertanian dalam hal ini Direktorat Jenderal Perkebunan mendorong pembentukan dan pengembangan Korporasi Petani kopi Kabupaten Bandung. “Petani kopi Kabupaten Bandung telah membentuk suatu kelembagaan petani yang bertujuan meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan petani dengan nama PT. Java Preanger Lestari Mandiri (PT. JPLM) melalui pengesahan SK Kemenkum HAM Nomor AHU-0058287.AH.01.01 tanggal 9 November 2020, yang juga telah ditetapkan sebagai Korporasi Percontohan Nasional (KPN)”, beber Prof. Inul.

Provinsi Jawa Barat memiliki luas areal kopi hampir tersebar di seluruh kabupaten dengan luas areal seluas 49,83 ribu ha, produksi sebesar 22,98 ribu ton dan produktivitas sebesar 786 kg/ha. Kopi Perkebunan Rakyat (PR) di provinsi Jawa Barat seluas 49,68 ribu ha dengan produksi sebesar 22,92 ribu ton dan produktivitas sebesar 786 kg/ha yang terdiri dari Kopi Robusta seluas 18,64 ribu ha dengan produksi sebesar 10,12 ribu ton dan produktivitas 835 kg/ha dan Kopi Arabika seluas 31,04 ribu ha dengan produksi sebesar 12,8 ribu ton dan produktivitas 754 kg/ha.

Kopi java preanger salah satunya dihasilkan dari Kabupaten Bandung, Jawa Barat ini telah berprestasi di tingkat nasional dan internasional, diantaranya Kopi Gunung Puntang pernah menjadi juara Specialty Coffee Association of America (SCAA) Expo 2016 di Atlanta, Kopi Gunung Malabar juara kopi filter MICE Melbourne di Australia. Kopi lainnya yaitu dari Gunung Patuha, kopi ini juga menjadi pemenang lelang kopi micro lot yang digelar oleh SCAI pada 20 Oktober 2017 berbarengan dengan acara Asia Pasifik Coffee Conference di Jakarta dengan dihargai senilai Rp. 2.050.000 per kg dan mendapatkan sertifikat rekor MURI sebagai kopi termahal di Indonesia.

Prof. Inul juga menerangkan bahwa selain pada sisi hilir juga pengembangan pada sisi hulu yaitu pengembangan kawasan kopi untuk meningkatkan produksi kopi. Menyiapkan benih unggul kopi bersertifikat, budidaya kopi yang sesuai GAP dan GMP, serta ramah lingkungan menjadi strategi dalam meningkatkan produktivitas dan mutu dari kopi java preanger ini. Melalui gerakan tanam kopi yang pernah digalakan pada awal tahun 2022 di Kabupaten Bandung dulu oleh Bapak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, diharapkan juga menjadi solusi jangka panjang untuk mendukung suplay bahan baku kopi sebagai bisnis korporasi petani. Pengembangan areal kopi di Kabupaten Bandung ini juga berkolaborasi dengan Perhutani dengan penyediaan lahan melalui mekanisne LMDH, sehingga selain untuk tujuan pemenuhan rantai pasok kopi berkelanjutan juga bertujuan untuk konservasi dan meminimalkan deforestasi dan degradasi hutan.

“Tentu Kementerian Pertanian dalam hal ini Direktorat Jenderal Perkebunan harus berperan aktif dalam membantu korporasi petani meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kopinya serta rutin untuk mengikuti acara-acaea atau pameran di luar negeri agar lebih dikenal dan dapat dirasakan sensasi dan kelebihan kopi java preanger oleh pencita kopi dunia. Harapannya cafe-cafe di luar sana bisa mengekspor kopi Java preanger”, tutup Prof Inul.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *